Dengan mulai dioperasikannya LRT Jabodebek pada tanggal 28 Agustus mendatang, masyarakat Jakarta dan sekitarnya menanti harapan baru. Sarana transportasi bernilai Rp32 triliun ini diharapkan dapat menjadi jawaban bagi dua masalah besar: polusi udara yang parah dan kemacetan ekonomi.
Presiden Jokowi dan pihak berwenang telah berbicara tentang pentingnya moda transportasi ini dalam mengurangi emisi bahan bakar yang merusak lingkungan. Namun, seberapa parah polusi udara di Jakarta, dan apa penyebabnya?
Kesimpulan dalam tiga alinea berikut akan menguraikan dampak polusi udara yang mencekam dan mengapa LRT Jabodebek menjadi langkah maju yang sangat diharapkan.
Bagaimana LRT Jabodebek Menjadi Solusi Nyata Bagi Jakarta?
Penduduk Jakarta beserta daerah sekitarnya seperti Bogor, Depok, dan Bekasi kini berharap adanya solusi baru dalam hal transportasi massal yang lebih nyaman, yaitu LRT Jabodebek. Investasi sebesar Rp32 triliun untuk proyek ini diharapkan dapat memberikan solusi bagi masalah kemacetan lalu lintas serta dampak negatif ekonomi yang terjadi di ibu kota.
Salah satu harapan utama terkait hadirnya sarana transportasi massal ini adalah peningkatan kualitas udara. Jakarta belakangan ini mengalami tingkat polusi udara yang sangat parah, dan beberapa pihak, termasuk Presiden Jokowi, berharap bahwa transportasi publik seperti MRT dan LRT bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah ini.
Mereka mendorong pengembangan moda transportasi ini dengan harapan bahwa masyarakat akan beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik, yang pada akhirnya akan mengurangi emisi bahan bakar dan mengendalikan polusi udara.
Seberapa parahnya polusi udara di ibu kota, dan apa penyebabnya? Kualitas udara di Jakarta semakin memburuk, bahkan pada tanggal 13 Agustus lalu, Jakarta kembali menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Data dari situs pemantau kualitas udara IQAir menunjukkan bahwa indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta pada pukul 06.00 WIB berada pada angka 170, masuk dalam kategori tidak sehat akibat polusi udara PM2.5. Situs ini mencatat Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di seluruh dunia, dan beberapa wilayah di Jakarta masuk dalam kategori sangat tidak sehat dengan AQI di atas 201, seperti Cilandak Timur dengan angka 206 dan Kebayoran Lama dengan angka 206.
Menurut Public Expose yang dirilis oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta pada tahun 2022, kendaraan bermotor adalah penyumbang utama polusi udara di Jakarta. Tujuh jenis polutan yang diteliti termasuk karbon monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), Sulfur dioksida (SO2), Partikulat udara 10 mikrometer (PM10), partikulat udara 2,5 mikrometer (PM2,5), karbon hitam (BC), dan senyawa organik volatil non-metana (NMVOC).
CO adalah polutan udara terbanyak dengan jumlah 298.171 ton, di mana 96,36 persen berasal dari kendaraan bermotor. NMVOC menduduki urutan kedua dengan jumlah 201.871 ton, dan 98,5 persennya disebabkan oleh kendaraan bermotor.
Polusi Udara dan Kemacetan: Dampak Besar yang Membayangi Jakarta
Besarinya jumlah polutan yang dihasilkan oleh kendaraan tidak bisa dihindari, terutama dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Jabodetabek yang mencapai 21,76 juta unit. Jumlah ini terus meningkat sekitar 7 persen setiap tahunnya, dan jumlah kendaraan yang beredar di jalanan ibu kota ini berkontribusi pada kemacetan lalu lintas yang ada.
Dampak kemacetan ini menyebabkan masyarakat Jakarta harus menghabiskan berjam-jam di jalan, yang pada akhirnya berdampak pada kerugian ekonomi hingga mencapai Rp71,4 triliun di Jakarta. Kerugian ini berasal dari terganggunya aktivitas ekonomi, pemborosan bahan bakar minyak, serta kerusakan lingkungan akibat polusi udara.
Menurut Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, pemborosan BBM akibat kemacetan di Jakarta dan daerah sekitarnya mencapai 2,2 juta liter per hari, sementara waktu yang hilang akibat kemacetan mencapai 6 juta orang-jam per hari.
Presiden Jokowi menekankan pentingnya mengurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil dan beralih ke transportasi massal. Dia berharap bahwa dengan segera mengoperasikan LRT, bersama dengan MRT yang sudah beroperasi, serta kereta cepat yang akan segera beroperasi, jumlah kendaraan pribadi yang beredar di Jakarta bisa ditekan, dan polusi udara dapat dikurangi.
Pekerja swasta yang berjuang di tengah kemacetan Jakarta, seperti Nurul, menyambut baik kehadiran LRT. Ia optimis bahwa LRT akan memberikan manfaat bagi masyarakat Jakarta, termasuk mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.
Menurutnya, semakin banyak pilihan transportasi publik yang tersedia, semakin baik untuk mengurangi polusi udara dan kemacetan. Ia berharap bahwa LRT, yang kini melengkapi MRT, akan membuat transportasi di Jakarta lebih nyaman.
LRT Jabodebek: Solusi Nyata Mengatasi Polusi Udara dan Kemacetan di Jakarta
Polusi udara yang semakin memburuk di Jakarta bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga merugikan ekonomi dan lingkungan. Dalam satu tahun, Jakarta kembali menduduki peringkat sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Dari data yang ada, kendaraan bermotor adalah penyumbang utama polusi, dengan CO dan NMVOC menjadi polutan terbanyak. Jumlah kendaraan yang terus meningkat setiap tahunnya menyebabkan kemacetan lalu lintas, yang berdampak besar pada aktivitas ekonomi dan lingkungan.
Oleh karena itu, dengan LRT Jabodebek yang segera dioperasikan, harapan akan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan mengalihkan masyarakat ke transportasi massal semakin besar. Dengan begitu, polusi udara bisa ditekan, dan Jakarta bisa bernapas lega.