Gagasan pembentukan Angkatan Siber sebagai pelengkap Angkatan Darat, Laut, dan Udara, yang direspon oleh TNI terhadap inisiatif dari Lemhannas, menunjukkan pentingnya pendekatan ilmiah dalam merumuskan langkah-langkah strategis.
Kapuspen TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, menekankan perlunya kajian mendalam sebelum mengimplementasikan langkah ini. Artikel ini akan membahas pandangan Kapuspen TNI terkait rencana tersebut serta perbandingan dengan langkah serupa yang telah diambil oleh negara lain.
Kapuspen TNI: Pendekatan Ilmiah dan Kajian Mendalam Diperlukan
Tindak balas TNI terhadap gagasan yang diungkapkan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengenai pendirian Angkatan Siber guna melengkapi cabang-cabang Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara telah mendapat respons.
Kapuspen TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, menyatakan bahwa gagasan ini memerlukan tinjauan yang mendalam.
“Saya melihat perlunya pendekatan ilmiah dalam hal ini,” tutur Kapuspen TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, setelah upacara pelantikan Perwira Remaja TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, pada hari Rabu (9/8).
Menurut Laksamana Muda Julius, wacana mengenai pendirian Angkatan Siber memang memiliki nilai ideal. Ia menyinggung contoh dari Amerika Serikat yang telah memiliki Komando Siber AS.
“Di bawah struktur itu, terdapat bagian Angkatan Laut, Angkatan Darat, kemudian Korps Marinir dan Angkatan Udara, semuanya dimiliki oleh mereka,” jelasnya.
Julius berpendapat bahwa jika Indonesia berniat untuk memiliki angkatan siber, hal tersebut harus dipertimbangkan dengan matang, mulai dari aspek sumber daya manusia hingga nasib dari unit-unit yang ada sekarang di bidang siber.
Perbandingan Strategis dengan Singapura dalam Membangun Angkatan Siber
“Proses ini dimulai dari pemetaan SDM yang dibutuhkan, posisi jabatan dari anggota korps, kriteria para pemimpin, serta jalur karir yang jelas. Selain itu, juga perlu mengkaji secara mendalam mengenai unit-unit siber yang sudah ada saat ini, baik di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), unit siber di dalam TNI, baik di cabang-cabang Angkatan maupun di Markas Besar TNI itu sendiri,” tambahnya.
Sebelumnya, usulan untuk mendirikan cabang baru dalam bentuk Angkatan Siber ini diajukan oleh Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto. Ia mengambil contoh dari Singapura yang telah memiliki cabang semacam itu sejak tahun 2022.
“Andaikan dilihat dari rencana pengembangan, apakah Indonesia juga akan memiliki cabang Angkatan Siber seperti yang ada di Singapura, yang akan melengkapi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara,” ungkap Andi, mengutip pernyataan dari Antara pada hari Selasa (8/8).
Singapura telah mempersiapkan langkah pendirian angkatan siber selama tujuh tahun, dan akhirnya berhasil diresmikan pada bulan Oktober 2022. Upaya tersebut dilakukan sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat.
“Singapura memiliki seragam berwarna hijau untuk Angkatan Darat, seragam berwarna putih untuk Angkatan Laut, seragam berwarna biru untuk Angkatan Udara, dan seragam berwarna abu-abu untuk Angkatan Digital dan Intelijen,” jelas Andi.
Pentingnya Pendekatan Ilmiah dalam Pembentukan Angkatan Siber untuk Menghadapi Tantangan Keamanan Siber
Dalam menghadapi perubahan lanskap keamanan siber yang semakin kompleks, pembentukan Angkatan Siber menjadi langkah penting bagi Indonesia. Pendekatan ilmiah yang diusulkan oleh Kapuspen TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, mencerminkan keseriusan dalam mengatasi tantangan ini.
Proses kajian yang mendalam terkait sumber daya manusia, struktur organisasi, dan perbandingan dengan negara lain, sejalan dengan inisiatif pembentukan yang telah sukses dilakukan oleh Singapura. Keberhasilan pembentukan Angkatan Siber akan sangat ditentukan oleh kerja sama lintas sektor, kesiapan teknologi, serta komitmen dalam mengantisipasi ancaman keamanan siber di masa depan.