Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kembali mendapat sorotan tajam dari seorang ekonom. Dalam sebuah video yang diunggah di platform YouTube dengan judul “(25) Ekonom Kritik Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi, Mandek di 5%,” ekonom senior Faisal Basri mengungkapkan kritiknya terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
Faisal Basri mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi tergolong stagnan, hanya berkisar di angka 5%. Meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi pada Kuartal 1 2023 sebesar 5,03%, Faisal Basri menekankan bahwa ini tidak cukup memadai dan perlu adanya perubahan.
Dalam pandangannya, Faisal Basri menyebut bahwa meskipun ekonomi Indonesia berhasil bertahan dari resesi selama era Jokowi, namun hal tersebut tidak berarti prestasi yang luar biasa. Dia menyoroti fakta bahwa investasi yang digenjot oleh pemerintah tidak secara signifikan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Data menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor formal hanya meningkat sedikit, sementara pekerjaan informal terus meningkat.
Faisal Basri juga mengkritik jenis investasi yang dilakukan di Indonesia. Menurutnya, investasi yang lebih berorientasi pada sektor fisik, seperti infrastruktur, tidak memberikan dampak yang signifikan.
Dia mengusulkan agar pemerintah juga mendorong investasi di bidang teknologi informasi (IT), yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Selain itu, Faisal Basri menyoroti masalah ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri. Dia menekankan pentingnya belajar dari negara-negara seperti China dan Korea, yang berhasil mengembangkan ekonomi mereka tanpa terlalu bergantung pada utang.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi serius terhadap kebijakan ekonomi yang telah diterapkan selama ini.
Kritik yang disampaikan oleh Faisal Basri ini menjadi suara yang menggugah untuk pemerintah dan calon presiden mendatang dalam menghadapi Pilpres 2024. Pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5% menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah agar tidak terlena dengan utang negara.
Diperlukan langkah-langkah inovatif dan kebijakan yang lebih bijaksana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.