Memo.co.id
Kolumnis kondang Dahlan Iskan mencermati fenomena di media sosial yang begitu negatif terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Dahlan, serangan terhadap Presiden ketujuh RI itu begitu masif dalam lebih sebulan terakhir.
“Langit dan bumi seperti dibalik. Puja-puji berubah menjadi caci maki. Aneh. Ke mana para buzzer?” kata Dahlan dalam esainya berjudul “Berani Mati”, edisi Selasa (24/9/2024).
Kondisi ini menurutnya berbeda dibanding dulu-dulu. Sebelumnya, ada sedikit saja yang berani bersuara negatif kepada Jokowi langsung diserbu buzzer. Diserang. Dibelejeti.
“Sampai pun yang berani menyerang Jokowi dicari sisi-sisi cela pribadi. Dalam sekejap penyerang Jokowi pun hancur –di medsos,” tuturnya.
Namun, semua itu kini berubah. Para buzzer yang biasa membela Jokowi di medsos hilang entah ke mana.
“Aneh. Ke mana mereka? Sunyi. Sepi. Jokowi seperti sendiri. Lalu seperti ingin menyendiri. Meninggalkan Jakarta. Berkantor di IKN –nun di Kaltim,” tutur Dahlan.
Akan tetapi di dunia nyata, Jokowi tidak sendiri. Masih ada kelompok yang bahkan menyebut diri sebagai “Pendukung Jokowi Berani Mati”.
Sebelumnya mereka menyatakan siap beraksi. Akan berkumpul di Tugu Proklamasi, Jakarta. Jumlah mereka, seperti yang mereka umumkan, 20.000 orang.
Semestinya aksi kumpul itu dilakukan Minggu 22 September 2024 kemarin, tetapi hari itu lewat begitu saja.
“Tidak ada tanda-tanda pasukan berani mati hadir di Tugu Proklamasi. Kita jadi tidak tahu apa rencana mereka kumpul di sana. Yang jelas apel berani mati itu tidak jadi kenyataan,” lanjutnya.
Pembatalan aksi kumpul-kumpul itu tanpa pengumuman, tanpa heboh-heboh ada apa di balik batalnya apel berani mati itu.
“Saya sih bersyukur. Tidak sampai ada ketegangan sosial. Kehidupan tetap berjalan normal. Yang memaki Jokowi juga terus memaki –ditambah dengan keluarga presiden,” ujar Dahlan.
Menurut Dahlan, rencana apel berani mati itu memang agak unik. Dunia medsos akan dilawan dengan apel fisik. Sebenarnya tidak begitu nyambung.
“Akan tetapi, setidaknya orang tahu: tidak benar bahwa Jokowi sendiri,” ucapnya.
Jokowi masih presiden, bahkan masih terus keliling daerah. Berangkat dari IKN dan pulangnya ke IKN. Dia tidak sedikit pun terganggu oleh serangan medsos.
Selain itu, Presiden Jokowi juga masih punya menteri-menteri yang loyal. Tidak ada gerakan menteri mengundurkan diri –seperti menjelang lengsernya Presiden Soeharto.
“Menteri loyalisnya bahkan tambah satu: Gus Ipul. Saifullah Yusuf. Sekjen PBNU. Mantan ketua umum PP GP Ansor,” tulisan Dahlan.
Gus Ipul dilantik sebagai menteri sosial dua pekan lalu –menggantikan Tri Rismaharini (Risma) yang mundur untuk menjadi calon gubernur Jatim.
“Memang Gus Ipul hanya hanya punya masa jabatan 1,5 bulan, tetapi siapa tahu akan lanjut lima tahun di bawah Presiden Prabowo Subianto,” kata Dahlan.
Dahlan menilai bahwa medsos pun kelihatannya juga bisa lelah. Caci maki terhadap Jokowi dan keluarga memang masih seru, tetapi tidak ada tanda-tanda lebih meningkat lagi.
“Kalaupun belum menurun, setidaknya sudah mulai mendatar. Tanpa turun tangannya aparat hukum gerakan medsos itu akan layu setelah berkembang. Lalu padam sendiri. Tanpa buzzer maupun pasukan berani mati,” kata Dahlan.