Dalam konteks politik pascapemilihan presiden, sorotan tertuju pada jumlah utang pemerintah yang akan diwariskan oleh Presiden Joko Widodo kepada penerusnya. Dengan kemenangan pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, data terbaru menunjukkan peningkatan signifikan dalam rasio utang pemerintah. Bagaimana fakta-faktanya? Dan apa implikasinya bagi perekonomian Indonesia?
Prabowo-Gibran Unggul, Utang Pemerintah Meroket!
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan meninggalkan warisan utang senilai lebih dari Rp8.000 triliun kepada penerusnya. Saat ini, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, pasangan calon presiden nomor urut 02, unggul dibandingkan dua pasangan calon lainnya berdasarkan hasil hitung sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Berdasarkan data per 19 Februari 2024 pukul 08.00 WIB, dari 70,49 persen TPS yang telah masuk, Prabowo-Gibran berhasil memperoleh dukungan sebanyak 54,5 juta suara atau setara dengan 58,3 persen dari total suara penduduk Indonesia.
Menurut buku APBN KiTa yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang pemerintah telah mencapai angka Rp8.144,69 triliun pada tanggal 31 Desember 2023. Angka tersebut setara dengan 38,59 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Meskipun demikian, rasio utang pemerintah masih terbilang aman karena masih berada di bawah batas maksimal sebesar 60 persen dari PDB, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Dari total utang tersebut, sebanyak 88,16 persen atau sekitar Rp7.180,71 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN), sementara sisanya sebesar 11,84 persen atau sekitar Rp963,98 triliun berasal dari pinjaman.
Utang Pemerintah Indonesia dan Implikasinya Bagi Ekonomi
Secara terperinci, utang dari SBN terbagi atas SBN domestik senilai Rp5.808,13 triliun yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp4.700,60 triliun dan SBN Syariah senilai Rp1.107,08 triliun. Sedangkan utang dari SBN Valas mencapai Rp1.372,58 triliun yang terdiri dari SUN senilai Rp1.034,08 triliun dan SBN Syariah senilai Rp338,50 triliun.
Adapun utang dari pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri senilai Rp34,05 triliun dan pinjaman luar negeri senilai Rp929,93 triliun.
Total utang pemerintah pada tahun 203 lebih rendah dibandingkan pada tahun 2022 yang mencapai 39,70 persen dari PDB, dan juga lebih rendah dari tahun 2021 yang mencapai 40,74 persen dari PDB.
Sebagai perbandingan, sebelumnya Presiden Jokowi menerima warisan utang sebesar Rp2.608,78 triliun dari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, jumlah utang terus meningkat sepanjang masa pemerintahan Jokowi hingga mencapai Rp8.144,69 triliun pada akhir tahun 2023.
Utang Pemerintah Indonesia: Fakta, Angka, dan Implikasi
Perlu dicatat bahwa meskipun rasio utang pemerintah masih di bawah batas maksimal yang ditetapkan oleh UU Keuangan Negara, peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun menunjukkan perlunya kebijakan fiskal yang bijaksana untuk mengelola utang negara.
Dengan pasangan calon Prabowo-Gibran yang unggul, perhatian terhadap manajemen utang akan semakin meningkat. Kementerian Keuangan harus melanjutkan upaya-upaya untuk mengurangi ketergantungan pada utang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, sambil memperkuat pendapatan negara.
Ini akan memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang dan meminimalkan risiko krisis keuangan di masa depan.