Kebijakan Presiden Jokowi untuk memberikan subsidi pada transportasi publik, khususnya Kereta Cepat Jakarta-Bandung, telah menjadi sorotan dalam upaya mendorong masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum.
Namun, meski tujuan ini mendapat dukungan, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam implementasi kebijakan ini.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung Jadi Fokus, Subsidi untuk Transportasi Publik Berjalan
Kebijakan yang diusulkan oleh Presiden Jokowi mengenai subsidi untuk transportasi publik mendapatkan perhatian serius. Salah satu mode transportasi yang disorot dalam kebijakan ini adalah Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kebijakan subsidi ini bertujuan untuk mendorong masyarakat beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Presiden Jokowi mengungkapkan pandangannya dalam hal ini, “Tidak peduli apakah itu kereta bandara, TransJakarta, KRL, kereta api konvensional, LRT, MRT, atau kereta cepat, semuanya harus mendapatkan subsidi,” katanya dengan tegas di Stasiun Dukuh Atas setelah mengujicoba LRT Jabodebek pada Kamis (10/8).
Namun, dalam konteks ini, Presiden enggan menyebutkan angka pasti berapa besar subsidi yang akan diberikan untuk Kereta Cepat dan LRT. Dia menegaskan bahwa pengaturan mengenai subsidi ini akan menjadi tugas dari Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.
Dalam hal harga tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung, kemungkinan besar harga tiket tidak akan melebihi Rp250 ribu untuk satu kali perjalanan. Hal ini diungkapkan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Direktur Utama KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, mengungkapkan bahwa angka tersebut sejalan dengan permintaan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). “Kemenhub meminta agar harganya bisa tetap di bawah Rp250 ribu,” jelasnya di Stasiun KCIC Halim, Jakarta Timur, seperti dilaporkan oleh Detik Finance pada Kamis (22/6).
Namun, Dwiyana belum memberikan klarifikasi mengenai harga tiket untuk kelas mana angka tersebut akan berlaku.
Tantangan dan Dukungan dalam Implementasi Kebijakan Subsidi Transportasi Publik
Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) akan menawarkan tiga kelas penumpang, yakni kelas VIP dengan kapasitas total 18 penumpang, kelas 1 dengan kapasitas total 28 penumpang, dan kelas 2 dengan kapasitas total 555 penumpang.
Dalam hal tarif yang tepat untuk KCJB, Kemenhub masih sedang mengkaji detailnya. Karena itu, belum ada pengumuman resmi mengenai hal ini.
Dalam hal penyediaan tiket, pemerintah memiliki tujuan untuk menyederhanakan sistem. Terutama, KCJB akan diintegrasikan dengan moda transportasi lain seperti LRT Jabodebek. Dwiyana juga menyampaikan bahwa status tiket feeder KCJB, apakah berbayar atau tidak, belum dapat dipastikan.
“Kami sedang berdiskusi dengan KAI (Kereta Api Indonesia) mengenai hal ini, maka dari itu kami belum dapat mengumumkan tarif secara definitif. Karena kami ingin menciptakan integrasi tiket dengan feeder dan LRT seperti yang disebutkan. Karena itu, saat Commercial Operation Date (COD) tiba, pengalaman penumpang akan menjadi lebih lancar dan kami berupaya untuk membuat proses pemesanan tiket menjadi lebih mudah,” paparnya.
Kebijakan Subsidi Transportasi Publik: Dukungan dan Tantangan
Dalam menghadapi perubahan paradigma dalam transportasi, langkah-langkah seperti memberikan subsidi pada berbagai jenis transportasi publik telah diambil oleh pemerintah, termasuk subsidi untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Dukungan Presiden Jokowi terhadap inisiatif ini menunjukkan komitmen dalam memajukan transportasi berkelanjutan. Meskipun demikian, tantangan tetap ada, seperti penentuan besar subsidi dan harga tiket yang sesuai.
Perlunya integrasi dengan sistem transportasi lain, seperti LRT Jabodebek, juga menjadi poin penting untuk memudahkan mobilitas. Semua upaya ini diarahkan untuk mencapai tujuan akhir: mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi publik, mengurangi kemacetan, dan mendukung lingkungan yang lebih bersih dan ramah.