“Pada saat Anies mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 2016-2017, dia berhasil memanfaatkan kontroversi terkait penistaan agama yang muncul setelah lawannya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dituduh menistakan agama karena mengutip Al-Quran dalam pidatonya selama kampanye,” seperti yang dijelaskan dalam laporan tersebut.
“Sejumlah besar massa berkumpul di Jakarta, menuntut pengunduran dirinya dan penjaranya,” begitu tulisannya.
The Diplomat juga mencakup pandangan seorang analis dari Universitas Melbourne, Helen Pausacker. Dia mengatakan bahwa Anies sebelumnya dikenal sebagai seorang intelektual Muslim yang progresif, “namun kontroversi tersebut telah memisahkannya dari pendukung-pendukungnya yang memiliki pandangan moderat.”
“Dalam beberapa bulan terakhir, Anies telah berupaya untuk mempromosikan prestasinya dalam mempromosikan toleransi beragama dan keberagaman etnis, yang merupakan konteks penting dalam pemilihan pasangannya,” seperti yang dikutip dari Pausacker.
“Untuk saat ini, Anies sedang belajar dan melakukan rebranding,” tambah laporan tersebut, dengan mencatat bahwa usia relatif muda Anies juga menjadi pertimbangan.
Langkah Anies Baswedan dalam Pilpres: Membangun Dukungan dari Berbagai Sudut Pandang
Dalam mengulas langkah-langkah penting dalam perjalanan politik Anies Baswedan, kita dapat melihat bagaimana seorang kandidat harus beradaptasi dan berinovasi untuk meraih dukungan dari berbagai sudut pandang, terutama dalam panggung politik yang dinamis di Indonesia.
Meskipun perjalanan politiknya mungkin penuh dengan tantangan, Anies terus berusaha untuk mencapai tujuannya dalam Pilpres dengan strategi yang berfokus pada inklusi dan perubahan citra.