FOTO ; Tradisi turuhan pusaka peninggalan leluhur masyarakat Desa Ngliman Kecamatan sawahan , Nganjuk sampai sekarang masih di uri uri sebagai media pengenalan budaya lokal kepada generasi pewaris budaya.
NGANJUK,MEMO.CO.ID –
Diujung akhir kalender bulan ini, masih dalam suasana bulan Suro. Oleh sebagaian besar orang jawa, bulan ini dianggap bulan sakral dan penuh mistik. Banyak kegiatan spiritual digelar.Mulai dari tirakatan, jamasan pusaka, larung sesaji , ruwatan juga siraman sedudo khusus untuk tradisi di Kabupaten Nganjuk.
Dari beragam tradisi tersebut, satu diantaranya yang mungkin masih awam dilakukan oleh masyarakat penganut paham kepercayaan adalah turuhan pusaka. Tradisi ini lazim disebut khususnya warga Desa Ngliman Kecamatan Sawahan dengan istilah tradisi boyong pusaka.Tradisi ini diyakini warga sekitar sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah yang maha kuasa atas apa yang diraih selama ini.
Prosesi boyong pusaka seperti yang sudah dilakukan pada tahun tahun sebelumnya dipimpin oleh para sesepuh masyarakat setempat dan diikuti oleh kelompok penganut kepercayaan. Tidak hanya kaum lansia saja , tapi kaum anak muda yang cinta tradisi jawa juga ikut sumbangsih memeriahkan acara peninggalan nenek moyang ini.
Boyong pusaka diawali dari Gedung Pusaka Desa Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk untuk dikirab keliling desa.Oleh masyarakat setempat prosesi kirab pusaka tersebut disebut ” Kirab Pusaka Tindih Ngliman ”. Kemeriahan dan suasana sakral menyelimuti saat prosesi digelar. Bau kemenyan dan busana kejawen yang dikenakan oleh para sesepuh dan penganut aliran kepercayaan menambah suasana menjadi hening dan kesan mistiknya sangat tinggi.
Pasalnya saat acara berlangsung dimalam hari, semua warga dilarang menyalakan lampu listrik. Sesuai adat, saat kirab pusaka warga hanya diperbolehkan menyalakan obor sebagai lampu penerangan saat berjalan keliling kampung. Unik tapi begitulah tradisi yang ada kampung terpencil yang berada di kaki gunung wilis tersebut . ” Semua dikembalikan dalam suasana seperti jaman nenek moyang dan itu wajib dipatuhi,” terang salah satu warga .
Adapun macam-macam pusaka yang dituruh antara lain pusaka kyai Bondan, keris kyai Jokotruno, Kyai Endel, Kyai Kembar, Mbah Panji, dan Mbah Betik. Keenam pusaka ini adalah pusaka milik leluhur warga Ngliman yang disimpan di dalam rumah pusaka yang terletak di pintu masuk tempat Wisata Sedudo.
Menurut Imam Widodo, sesepuh Desa Ngliman, tradisi turuhan ini dilakukan saat malam sebelum jamasan pusaka di lakukan. Dalam prosesi turuhan ini para pembawa pusaka tidak boleh sembarang orang, yang membawa pusaka ini haruslah orang asli Ngliman yang dituakan dan harus sudah mantu mbubak. “Pembawa pusaka tidak boleh sembarang orang,” ujarnya.
Ditanya wartawan, apa sebenarnya makna istilah turuhan pusaka. Masih dikatakan Imam Widodo , tradisi turuhan adalah memasukkan bagian ujung pangkal pusaka ke dalam air yang diambil dari sumber air sedudo dan dicampur beberapa bunga, setelah dituruh pusaka dimasukan lagi ke dalam wadah yang natinya akan di kirap lagi. Air bekas turuhan pusaka ini diyakini warga Ngliman sebagai air yang dapat mengusir hama penyakit tumbuhan yang menyerang tanaman para petani di Desa Ngliman.” Mitos ini masih diyakini masyarakat sampai sekarang,” pungkas Imam Widodo . ( adi )