Peristiwa “deportasi” Ustaz Abdul Somad (UAS) dan rombongan Senin (16/5) lalu di Singapura masih memantik reaksi pro-kontra di Tanah Air hingga hari ini.
Apalagi, setelah Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) mengungkap alasan “deportasi” UAS yang sayangnya tanpa didahului klarifikasi dan disertai bukti konkret.
Petugas Imigrasi Singapura Mencekal UAS Sembari Meminta Maaf dan Mencium Tangannya
Rilis MHA diluncurkan sehari setelah kejadian. Atau selang beberapa jam setelah KBRI Singapura mengirim Nota Diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Singapura untuk meminta penjelasan mengenai peristiwa itu.
‘Pesanan’ Jakarta
UAS yang dihubungi kemarin menganggap apapun penilaian Otoritas Singapura terhadapnya, dia tetap menduga kejadian yang menimpanya di kota Singa adalah ‘pesanan’ dari Jakarta. Tanpa menjelaskan pihak dimaksudnya. Persis seperti yang pernah dia alami tempo hari di Timor Leste. “Di Timor Leste sejam sebelum pesawat mendarat, masuk fax dari Jakarta, UAS teroris,” kenangnya ketika dihubungi menanggapi pernyataan Kementerian Dalam Negeri Singapura.
“Soal fatwa bom syahid di Palestina, jin kafir, non-Muslim disebut kafir, semua sudah tuntas. Sudah diklarifikasi. Mereka (MHA) tinggal googling di internet atau klik kanal Youtube semua sudah UAS klarifikasi,” katanya Rabu (18/5) siang via WhatsApp, pas di hari ulang tahunnya yang ke-45.
Cek Fakta
Merujuk pernyataannya, semalam saya mengecek fakta di Youtube. Benar ada. Judulnya: “Klarifikasi mengenai bom Syahid di Palestina”. Video diupload empat tahun lalu (2018) untuk meluruskan pemelintiran ceramahnya dua tahun sebelumnya (2016).
“Saya masih ingat ceramah saya dua tahun lalu yang ternyata sudah dipotong-potong, sehingga terlepas dari konteksnya. Hari, tanggal, dan di masjid mana saya ceramah soal bom itu pun, saya masih ingat (menyebut nama masjid). Waktu itu saya menjawab pertanyaan jamaah soal bom bunuh diri di Palestina. Saya bilang, sekarang saya klarifikasi, dalam konteks kejadian di Palestina—karena negerinya dicaplok Israel—itu bukan bom bunuh diri namanya, melainkan bom perlawanan penindasan, bom syahid. Sebab, mati pun mati syahid namanya. Karena perjuangannya untuk mempertahankan Tanah Air mereka,” ungkap UAS di video itu sambil mengutip ayat Alquran yang mendukung perjuangan syahid itu
Soal sebutan Kafir
Apa alasan sekaligus tuduhan Pemerintah Singapura menolak UAS masuk Singapura yang dirilis Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) di situs resminya (17/5), terangkum dalam tiga point berikut.
1. Kementerian Dalam Negeri (MHA) memastikan bahwa ustadz Abdul Somad Batubara (Somad) tiba di Terminal Feri Tanah Merah Singapura pada 16 Mei 2022 dari Batam dengan enam pendamping perjalanan. Somad diwawancarai, setelah itu kelompok tersebut ditolak masuk ke Singapura dan ditempatkan ke feri untuk kembali ke Batam pada hari yang sama.
2.Somad dikenal sebagai penyebar ajaran ekstremisme dan ajarannya menimbulkan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad pernah berkotbah soal bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi ‘syahid’. Dia juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal ‘jin (roh/setan) kafir’. Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non-Muslim sebagai ‘kafir’ (kafir).
3.Masuknya pengunjung ke Singapura tidak otomatis bukan pula menjadi haknya. Setiap kasus dinilai berdasarkan rekam jejaknya. Sementara Somad berusaha memasuki Singapura dengan berpura-pura dalam rangka kunjungan sosial, Pemerintah Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi. Somad dan teman perjalanannya ditolak masuk ke Singapura.
Pernyataan MHA yang tidak disertai data atau bukti-bukti. membuat UAS meradang. Contoh tuduhan menyebut Kafir untuk Non Muslim. Non Muslim memang disebut Kafir, dan itu tidak mengimpresikan hal buruk atau negatif. Perkataan kafir menjadi negatif justru kalau ditujukan kepada sesama Muslim. “Serajin apa PNS Kementerian Luar Negeri Singapura nonton tausiyah UAS? Siapa mengompor-ngompori?”.
UAS tidak jadi masuk Timor Leste karena sejam sebelum landing masuk fax dari Jakarta, UAS terroris.
UAS diusir dari Swiss karena ada fax dari Jakarta, dikirim gambar UAS pernah diusir ceramah di Amsterdam. Siapa ngirim fax dari Jakarta?
Sejarah akan membuktikan, memperlihatkan sampah- sampah sejarah,” paparnya.
UAS bukan pertama
UAS bukan Ulama pertama dan satu-satunya yang pernah ditolak masuk ke Singapura yang bulan lalu mengumumkan akan membuka Kedutaan Besar Israel di sana.
Setidaknya, lima tahun lalu, 2017, dua Ulama ditangkal masuk Singapura. Kedua ulama tersebut oleh media lokal diidentifikasi sebagai Ismail Menk yang berkewarganegaraan Zimbabwe dan Haslin bin Baharim yang berkewarganegaraan Malaysia.
Alasan Pemerintah Singapura melarang pun “copy paste” atau serupa alasan menolak UAS sekarang. Disebut, pandangan kedua Ulama mengandung intoleransi dan menjadi risiko bagi keharmonisan sosial di Singapura.
Kementerian Dalam Negeri Singapura seperti dilansir kantor berita Reuters, waktu itu, Senin (30/10/2017), menyatakan salah satu ajaran Menk, umat muslim tidak dibolehkan memberikan ucapan selamat kepada orang-orang dari agama lain di hari peringatan keagamaan mereka. Adapun Baharim dituding memiliki pandangan yang memicu perpecahan antara muslim dan non-muslim, yang disebut MHA ‘menyimpang”
Dari Batam ke Tanah Merah
Ustaz Hendriyanto, Sahabat UAS yang ikut ke Singapura kemarin menceritakan kronologis kejadian yang menimpanya. Rombongan UAS ada tujuh orang. Terdiri UAS dan istri serta bayi 3 bulan, keluarga Hendriyanto, istri dan anak mereka. Hendriyanto bersama lima dari rombongan dipersilahkan masuk setelah paspor di scan Imigrasi.
UAS yang terakhir chek- in di Imigrasi mendapat masalah. Tak diperkenankan masuk.Sempat digiring masuk ruang tahanan. Keenam yang sudah clear dipanggil kembali ke kantor Imigrasi, seluruhnya dibawa masuk disatukan dengan UAS dalam satu ruangan yang lebih besar. Di situ menunggu sekian jam sebelum digiring ke kapal Ferry kembali ke Batam.
“Tidak ada penjelasan. Semua petugas Imigrasi yang kebetulan Melayu dan kenal UAS mengaku tak bisa memberi penjelasan. Katanya, mereka hanya melaksanakan perintah atasan. Para petugas itu meminta maaf berkali – kali sambil mencium tangan UAS,” kisah Ustaz Hendriyanto lewat sambungan telpon, Rabu (18/ 5) siang.
Menurut Hendriyanto, trip UAS dan rombongan ke Singapura untuk berlibur. Tidak ada agenda ceramah. Rencana menginap dua malam di hotel yang sudah dibooking, dekat Masjid Sultan di Arab Street.