“Jadi, apa yang didapat dari bagi hasil pajak, kita gunakan untuk dua bidang itu,” kata Chusana.
Menariknya, pagelaran wayang kulit ini tidak seperti pertunjukan biasanya yang diadakan pada malam hari. Pagelaran kali ini dimulai sejak pukul 10.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.00 WIB, namun tetap mendapat antusiasme tinggi dari masyarakat. “Ini memang kegiatan ruwat yang tidak sama seperti pagelaran wayang pada umumnya yang malam hari,” jelas Chusana.
Dalang Ki Romo Lokmin, yang memimpin ruwatan, merupakan warga asli Pasirharjo dan telah berpengalaman meruwat desa-desa lain di Kabupaten Blitar. Ruwatan ini juga bertujuan untuk menghilangkan energi negatif atau bala yang ada di masyarakat. Selain itu, akan dilakukan penaburan bunga di titik-titik jalan raya di desa yang sering terjadi kecelakaan.
“Yang diruwat itu macam-macam, ada masyarakat yang ikut diruwat untuk menghilangkan sukerto atau sengkolo (bala). Ada juga nanti penaburan bunga-bunga di titik-titik jalan raya yang sering terjadi laka lantas di sana, karena di Pasirharjo sendiri dilewati oleh jalan protokol provinsi yang sering terjadi laka lantas di sana,” pungkas Chusana.
Tradisi ini bukan hanya sebagai upaya melestarikan budaya lokal, tetapi juga sebagai sarana untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi masyarakat Desa Pasirharjo.