Kasur dianggap mewakili kebersihan dari dalam rumah, sehingga masyarakat secara massal mengeluarkan kasur-kasur mereka untuk dijemur di depan rumah mulai dari pagi hingga siang.
Keunikan Tradisi Mepe Kasur di Desa Kemiren: Kasur Merah Hitam yang Menyimpan Makna
“Dalam tradisi adat Suku Using, setiap ada acara perkawinan, pengantin perempuan diberikan kasur berwarna hitam dengan tepi merah. Warna merah melambangkan keberanian dan warna hitam melambangkan keabadian. Dengan memberikan kasur seperti itu, diharapkan anak-anak mereka yang menikah bisa memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis dan langgeng,” tambah Adi Purwadi, yang akrab dipanggil Kang Pur.
Sulastri, seorang warga Kemiren, mengatakan bahwa dia telah mengikuti tradisi “mepe kasur” secara turun temurun setiap tahun. Kasur berwarna merah hitam yang dia miliki diberikan oleh orang tuanya saat pernikahannya dan masih terjaga dengan baik hingga saat ini.
“Tradisi ini sudah ada sejak saya kecil, dan menurut tradisi, ketika anaknya nanti menikah, mereka akan memberikan kasur berwarna merah hitam sebagai harapan agar rumah tangganya bisa langgeng,” jelas Sulastri.
Setelah kasur dimasukkan ke dalam rumah, warga Kemiren melanjutkan tradisi bersih desa dengan mengarak barong. Barong diarak dari ujung desa hingga ke batas akhir desa, diikuti dengan berziarah ke Makam Buyut Cili yang dipercaya sebagai nenek moyang warga setempat.
Tradisi “mepe kasur” menjadi warisan turun temurun yang dijalankan oleh masyarakat Kemiren. Selain sebagai simbol kebersihan dan perlindungan dari bala’, kasur-kasur berwarna merah dan hitam juga memiliki makna filosofis dalam pernikahan.
Suku Using percaya bahwa dengan memberikan kasur berwarna merah hitam kepada pengantin perempuan, mereka memberikan harapan agar rumah tangga mereka bisa harmonis dan langgeng.
Tradisi ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial dan budaya masyarakat setempat, tetapi juga menjadi daya tarik unik yang menarik minat wisatawan untuk mengenal lebih jauh tentang adat dan kehidupan suku Using di Desa Kemiren.