Example floating
Example floating
inspirasiJatimPeristiwa

Tradisi “Mepe Kasur”: Mengenal Tradisi Unik Suku Using di Desa Kemiren

×

Tradisi “Mepe Kasur”: Mengenal Tradisi Unik Suku Using di Desa Kemiren

Sebarkan artikel ini
Tradisi Mepe Kasur Mengenal Tradisi Unik Suku Using di Desa Kemiren
Example 468x60

MEMO, Banyuwangi: Suku Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, memiliki tradisi unik yang dikenal sebagai “mepe kasur”.

Tradisi ini dilakukan menjelang perayaan Idul Adha sebagai simbol kerukunan dan semangat bagi masyarakat setempat.

Pada hari-hari menjelang perayaan, deretan kasur merah dan hitam terlihat menjulang di sepanjang jalan desa Kemiren.

Warga dengan antusias menggantung dan memukul kasur-kasur tersebut, sebagai bagian dari ritual untuk menjaga kebersihan dan mengusir bala’ dari rumah mereka.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih jauh tentang tradisi “mepe kasur” suku Using serta makna filosofis di balik warna kasur yang digunakan.

Mengungkap Filosofi Kasur Merah Hitam dalam Tradisi Adat Suku Using Kemiren

Di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Suku Using mengadakan tradisi unik yang disebut “mepe kasur” untuk mengusir bala’ (bencana) dari warga setempat. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat Kemiren menjelang perayaan Idul Adha sebagai simbol kerukunan dan semangat bagi masyarakat Suku Using.

Pada pagi hari, terlihat deretan kasur merah dan hitam sepanjang jalan desa Kemiren. Kasur-kasur tersebut dijemur dengan tujuan menghilangkan debu dan kutu yang menempel. Sesekali, warga memukul kasur tersebut dengan rotan untuk membersihkannya.

Adi Purwadi, seorang tokoh masyarakat Kemiren, menjelaskan bahwa dalam ritual bersih desa, kebersihan harus diperhatikan baik dari luar maupun dari dalam rumah.

Kasur dianggap mewakili kebersihan dari dalam rumah, sehingga masyarakat secara massal mengeluarkan kasur-kasur mereka untuk dijemur di depan rumah mulai dari pagi hingga siang.

Keunikan Tradisi Mepe Kasur di Desa Kemiren: Kasur Merah Hitam yang Menyimpan Makna

“Dalam tradisi adat Suku Using, setiap ada acara perkawinan, pengantin perempuan diberikan kasur berwarna hitam dengan tepi merah. Warna merah melambangkan keberanian dan warna hitam melambangkan keabadian. Dengan memberikan kasur seperti itu, diharapkan anak-anak mereka yang menikah bisa memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis dan langgeng,” tambah Adi Purwadi, yang akrab dipanggil Kang Pur.

Baca Juga  Dinas Perkim Kab Jombang Bangun 20 Sarana dan Prasarana Air Bersih, di 9 Kecamatan

Sulastri, seorang warga Kemiren, mengatakan bahwa dia telah mengikuti tradisi “mepe kasur” secara turun temurun setiap tahun. Kasur berwarna merah hitam yang dia miliki diberikan oleh orang tuanya saat pernikahannya dan masih terjaga dengan baik hingga saat ini.

“Tradisi ini sudah ada sejak saya kecil, dan menurut tradisi, ketika anaknya nanti menikah, mereka akan memberikan kasur berwarna merah hitam sebagai harapan agar rumah tangganya bisa langgeng,” jelas Sulastri.

Setelah kasur dimasukkan ke dalam rumah, warga Kemiren melanjutkan tradisi bersih desa dengan mengarak barong. Barong diarak dari ujung desa hingga ke batas akhir desa, diikuti dengan berziarah ke Makam Buyut Cili yang dipercaya sebagai nenek moyang warga setempat.

Tradisi “mepe kasur” menjadi warisan turun temurun yang dijalankan oleh masyarakat Kemiren. Selain sebagai simbol kebersihan dan perlindungan dari bala’, kasur-kasur berwarna merah dan hitam juga memiliki makna filosofis dalam pernikahan.

Suku Using percaya bahwa dengan memberikan kasur berwarna merah hitam kepada pengantin perempuan, mereka memberikan harapan agar rumah tangga mereka bisa harmonis dan langgeng.

Tradisi ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial dan budaya masyarakat setempat, tetapi juga menjadi daya tarik unik yang menarik minat wisatawan untuk mengenal lebih jauh tentang adat dan kehidupan suku Using di Desa Kemiren.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.