Surat yang dikirimkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, telah menjadi perhatian publik karena isinya yang menggarisbawahi perlunya pemerintah menjaga kewajaran dalam pembayaran utang-utang BUMN.
Di dalam surat tersebut, tergambar dengan jelas bahwa APBN tidak seharusnya digunakan secara langsung untuk melunasi utang-utang BUMN. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, mengklarifikasi hal ini dalam konferensi pers terkait APBN.
Tulisan ini akan membahas poin-poin utama dari surat tersebut dan menguraikan implikasi yang mungkin timbul dari perdebatan ini.
Surat Menteri PUPR dan Respons Direktur Jenderal Anggaran terkait Utang BUMN
Surat yang dikirim oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, kepada Menteri BUMN, Erick Thohir, telah menimbulkan kehebohan di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan oleh isi surat tersebut yang menyarankan kepada Erick agar tidak menggunakan dana dari APBN untuk melunasi utang BUMN Karya kepada bank.
Menyikapi kontroversi tersebut, Isa Rachmatarwata, Direktur Jenderal Anggaran di Kementerian Keuangan, telah menjelaskan bahwa APBN sebenarnya tidak dapat secara langsung digunakan untuk membayar utang-utang BUMN. Hal ini disebabkan oleh status BUMN sebagai aset negara yang dipisahkan.
Isa menjelaskan, “Pada dasarnya, BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga pembayaran utangnya tentu tidak dapat dilakukan secara langsung melalui APBN.” Ini diungkapkannya saat memberikan konferensi pers mengenai APBN pada Jumat, 11 Agustus 2023.
Namun, Isa menambahkan bahwa pemerintah masih memiliki kemungkinan untuk memiliki utang kepada BUMN, seperti utang yang dimiliki oleh pemerintah terhadap Pertamina dan PLN dalam bentuk kompensasi. Contohnya adalah utang yang terjadi pada tahun 2021 dan 2022. Untuk tahun 2021, utang tersebut telah dilunasi sebesar Rp 275 triliun.
Penggunaan APBN untuk Utang BUMN: Penjelasan dan Alternatif Pembayaran
“Meskipun begitu, jika memang terdapat utang pemerintah kepada BUMN, kami akan melunasi kewajiban tersebut seperti kasus pada Pertamina tahun lalu, PLN, dan sejenisnya. Namun, kami tidak akan menggunakan dana dari APBN untuk membayar utang-utang BUMN secara langsung,” tegas Isa.
Isa juga menjelaskan bahwa pemerintah memiliki alternatif lain untuk membayar utang kepada BUMN, yaitu melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Proses ini melibatkan persetujuan dari anggota dewan di DPR.
“Tentu saja, kami bisa melalui jalur PMN. Namun, perlu diingat bahwa proses ini melibatkan perencanaan dan jadwal yang telah ditetapkan sejak penyusunan APBN. Pada tahun ini, untuk BUMN Karya, yang kami ketahui hanya Hutama Karya dan pembayaran utang-utang tersebut tidak termasuk dalam rencana,” jelas Isa.
Sebagai catatan, surat yang dikirim oleh Basuki kepada Erick disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian PUPR, Endra S Atmawidjaja. Menurut Endra, isi surat tersebut hanya berisi pesan agar BUMN memisahkan masalah restrukturisasi dengan proyek-proyek yang sedang dikerjakan, terutama proyek strategis nasional (PSN).
Endra sebelumnya telah menyatakan, “Surat dari Pak Menteri (PUPR) kepada Menteri BUMN berisi pesan agar BUMN memisahkan persoalan restrukturisasi dengan proyek-proyek yang sedang dikerjakan, terutama proyek strategis nasional atau proyek prioritas. Totalnya mencapai hampir Rp 118 triliun. Jumlah tersebut berasal dari APBN, termasuk Investasi Konstruksi Nasional (IKN), dan hanya berlaku untuk BUMN Karya saja.” Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Endra di Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, pada Jumat, 9 Agustus 2023.
Menilik Isu Pembayaran Utang BUMN: Penjelasan dan Implikasi dari Surat Menteri PUPR kepada Menteri BUMN
Dalam konteks ini, surat dari Menteri PUPR kepada Menteri BUMN menggarisbawahi pentingnya memisahkan isu restrukturisasi dengan proyek-proyek yang sedang dikerjakan oleh BUMN. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah dalam menjaga kestabilan keuangan dan optimalisasi penggunaan dana APBN.
Meskipun kontroversi awalnya mengemuka, surat ini mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang strategi pembayaran utang BUMN dan mekanisme yang dapat diambil oleh pemerintah dalam menjaga keberlanjutan finansial negara.