MEMO, Jakarta: Meninjau sejarah panjang Jakarta, ibukota Indonesia, memperlihatkan betapa banyaknya tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu dari proses pembentukannya.
Dari pusat perbelanjaan Sarinah yang menjulang tinggi di jantung kota hingga Museum Bahari yang menyimpan kenangan era kolonial Belanda, setiap tempat memiliki cerita unik yang memperkaya sejarah Jakarta.
Mari kita jelajahi beberapa tempat yang mencerminkan perjalanan panjang dan kekayaan budaya ibukota yang megah ini.
Museum Bahari: Saksi Bisu Era Kolonial di Jakarta
Pada perayaan hari jadinya yang ke-496, Jakarta memiliki sejarah yang panjang dalam pembentukannya. Banyak tempat bersejarah di Jakarta yang menjadi saksi bisu dari proses pembentukan kota ini.
Meskipun ada banyak tempat bersejarah di Jakarta, hanya beberapa yang benar-benar mencerminkan identitas khas kota ini. Berikut adalah beberapa tempat yang menjadi saksi bisu dalam pembentukan Jakarta, seperti yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
- Sarinah
Di Jalan MH Thamrin, terdapat Sarinah, sebuah pusat perbelanjaan yang menjulang setinggi 74 meter. Gedung ini menjadi saksi bisu berbagai peristiwa yang terjadi di pusat Jakarta sejak tahun 1960-an.
Nama “Sarinah” diambil dari pengasuh yang merawat Soekarno sejak kecil secara cuma-cuma. Sarinah juga dipilih sebagai nama pusat perbelanjaan pertama yang didirikan di Indonesia.
Pada era 90-an, Sarinah menjadi tempat populer bagi anak muda Jakarta untuk berkumpul dan bersenang-senang. Pada saat itu, Jakarta belum dijejali pusat perbelanjaan seperti sekarang, sehingga Sarinah menjadi salah satu tempat hiburan yang populer.
- Museum Bahari
Museum Bahari terletak di bangunan yang sebelumnya digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk menyimpan hasil bumi, terutama rempah-rempah yang merupakan komoditas utama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Bangunan ini terdiri dari dua bagian, yaitu Gudang Barat (Westzijdsch pakhueizen) yang terletak di Jalan Pasar Ikan, di sebelah muara Sungai Ciliwung, dan Gudang Timur (Oosjzijdsch Pakhuizen) yang terletak di Jalan Tongkol. Dari keempat bangunan Gudang Barat, tiga di antaranya kini digunakan sebagai Museum Bahari.
Museum Bahari telah berusia lebih dari 3,5 abad. Pembangunannya dilakukan secara bertahap mulai tahun 1652 hingga 1771. Tembok yang mengelilingi museum ini dahulu merupakan batas Kota Batavia pada masa penjajahan Belanda.
Setelah kemerdekaan, bangunan ini digunakan sebagai gudang oleh PLN dan PTT, kemudian direnovasi kembali pada tahun 1976. Pada tanggal 7 Juli 1977, museum ini diresmikan sebagai Museum Bahari.
- Museum Fatahillah
Museum Fatahillah awalnya adalah Gedung Stadhuis (Balai Kota) untuk Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di Jakarta, yang pada saat itu bernama Batavia. Bangunan ini didirikan pada tahun 1620 dan memiliki berbagai fungsi, mulai dari urusan hukum hingga pajak.
Penaklukan Jayakarta merupakan tonggak penting dalam kekuasaan Belanda di wilayah Betawi. Kota tersebut kemudian berganti nama menjadi Batavia pada tahun 1619.