Ixfan menjelaskan, sesuai pasal 94 UU 23/2007 tentang Perkeretaapian, dalam ayat 1 disebutkan bahwa perlintasan sebidang yang tidak berizin harus di tutup. Dan di ayat 2 dikatakan, yang bertanggung jawab terkait penutupan tersebut adalah pemerintah, sesuai dengan kelas jalannya.
Tidak hanya itu, bagi para pengguna jalan yang akan melewati perlintasan sebidang, terdapat panduannya dalam UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di pasal 114 yang berbunyi “Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu mulai ditutup, dan atau isyarat lain. Mendahulukan kereta api, dan; memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas di rel”.
Ixfan berharap, pemerintah selaku regulator untuk komitmen melakukan evaluasi guna meningkatkan keselamatan KA dan pengguna jalan di perlintasan sebidang, sebagaimana yang diamanatkan dalam PM 94 /2018.
“Baik itu ditutup, dibuat tidak sebidang, atau dibangun pos dan diberi pintu perlintasan, silahkan. Tetapi harus dengan seizin pemilik prasarana perkeretaapian, yaitu Direktorat Jenderal Perkeretaapian, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Pemkab Madiun, Pemkab Jombang, dan Pemkot Blitar,” jelasnya.