Blitar, memo.co.id
Nama lengkapnya Bayu Setyo Kuncoro, biasa dipanggil Bayu. Dilahirkan dari keluarga prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Asli kelahiran Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Ayahnya yang bernama Somo Hardi, setelah purna dari angkatan bersenjata, ayahnya menjadi Kepala Kelurahan Gedog.
Hal ini menjadi garis keturunan Bayu yang mencatat sejarah di Kelurahan Gedog menjadi seorang lurah. Di usia muda, kelemahan Bayu menjadi anak yang frontal, pemberani dan suka tawuran.
Sehingga, di kalangan sebayanya, Bayu muda dipercaya sebagai ‘ketua kelas geng’ atas kenakalannya. Awal merintis karir politiknya, berani melawan arus didikan orang tuanya. Diceritakan, masih buta politik ikut-ikutan kampanye PDI kala itu ketua umumnya masih Soeryadi.
Diam-diam Bayu membawa motor dinas ayahnya, lalu mengikuti pawai kampanye PDI tersebut. Karena kehabisan bensin, motor tersebut dititipkan di kantor Danramil Kesamben, Blitar. Belum sadar ayahnya selaku prajurit harus menjaga kenetralannya. Apalagi saat itu merupakan zaman orde baru. Dari ulah si anak bethik inilah, ayahnya sempat di-sel di kesatuanya.
Anak polah bopo kepradah, istilah bahasa Jawanya. Bahkan, setelah Bayu mengetahui ayahnya diamankan di kesatuannya bersama dengan motornya, dirinya tidak berani pulang ke rumah. Alhasil, berhari-hari Bayu numpang hidup di rumah rekan-rekannya, sampai akhirnya, ditemukan oleh rekan ayahnya.
Bayu pun diajak pulang paksa. Sebenarnya, Bayu sadar, kalau pulang ayahnya pasti murka. Benar saja, sesampainya di rumah, ayahnya sudah menyiapkan potongan bambu wuluh (yang biasa dipakai untuk bahan seruling) yang telah di potong sekitar lima puluh sentimeter panjangnya.
Kaki dan punggung Bayu, digebuki hingga pemukulnya nampak seperti galar. Ayahnya hanya memiliki satu permintaan, yaitu agar anaknya mau mengatakan kata “kapok”. Tapi, Bayu tetap diam seribu bahasa, kukuh dalam pendiriannya tidak mau mengatakan hal yang diinginkan ayahnya. Hingga bambu-bambu yang disiapkan oleh bapaknya terus menghantam badannya hingga hancur berkeping-keping.
Kelemahan kedua, Bayu sadar saat memasuki dunia politik dan bergabung dengan PDI-P ada yang mengajak. Dan sosok yang mengajak tersebut dianggap sebagai guru strategi politiknya lahir dan batin. Lika-liku politik dilalui bersama gurunya, sampai kapanpun, Bayu tidak akan pernah bisa melupakan jasa-jasanya. “Apapun orang mengatakan ke beliau, anak-anaknya seperti anak saya sendiri,” ungkapnya sambil berkaca-kaca. Istilah Jawanya, kacang tidak lupa dengan kulitnya.
Kelemahan Bayu berikutnya, sosok pekerja keras yang pernah jadi pembantu dan penjaga gudang dilakukan demi ekonomi keluarganya. Hal ini disampaikan Romy, seorang juru parkir dari Sukorejo, sahabat lamanya waktu menderita bersama.
“Mas Bayu udah 24 tahun berteman sama saya, dia dulu juga menyapu, menjaga rumah kalau bosnya sedang pergi. Saya yang parkir di depan rumahnya, Mas Bayu yang menjaga rumahnya sekaligus bersih-bersih rumah dan pekaranganya,” ujar Romy bernostalgia.
Kelemahan ke empat Bayu, seorang pekerja ulet yang pernah memproduksi krupuk mie pangsit yang juga dipasarkan sendiri. Setiap pagi, Bayu gunakan obrok sambil menggendong anak bontotnya yang masih bayi ke Pasar Wlingi.
Dengan keuletan usahanya, bahkan Bayu pernah sampai memproduksi 20 rombong dan dibagikan untuk memberdayaan teman-temannya berjualan mie ayam pangsit. Namun akhirnya, rombong-rombong tersebut, tidak berhasil. Kebanyakan dari rombong tersebut justru dijual oleh temannya yang telah diberi amanah oleh Bayu.
Setelah dicek, temannya mengaku bahwa rombongnya dijual untuk biaya keluarganya yang sakit. Hal senada disampaikan para teman lainya, rombongnya terpaksa dijual demi membeli susu anaknya. Bahkan, para penerima bantuan rombong mie, menyerah dan siap jika dipenjarakan oleh Bayu.
Inilah kelemahan calon wakil wali kota. Dirinya hanya bisa menyampaikan keluh kesah ke istrinya, untuk tidak mengharapkan hasil dari rombong-rombong tersebut. Lagi-lagi Bayu menitikkan air matanya saat menceritakan kisah perjalanan hidupnya bersama teman-teman yang dibantu.
“Saya ini sudah mengalami kisah pilu seperti itu. Bersama saudara-saudara kita di luar sana yang kurang beruntung. Mereka saksi hidup, apa mungkin saya tega memperkarakan teman saya karena sulitnya ekonomi mereka. Kebanyakan rombong yang saya berikan dijual untuk biayai keluarganya yang sakit,” cerita Bayu sambil mengusap matanya. Istilah Jawanya, wis ditulung malah menthung.
Dengan karir politiknya yang membuat Bayu pernah berkantor di JL. A. Yani Kota Blitar, ternyata juga tidak semulus praduga banyak orang. Waktu sistem pemilihan dengan sistem nomor urut, Bayu di Dapil Sananwetan pernah mendapatkan nomor urut 11.
Meski saat itu nomor 11 belum bisa mengantarkannya berkantor di JL. A.Yani, Bayu tidak putus asa dan setia bersama PDI-P mencalonkan diri hingga keberhasilan ada di tangannya. Hingga sekarang, Bayu tidak pernah melupakan jasa ‘guru’ politiknya yang membantu dan mendorongnya menjadi anggota legislatif.
Hingga sampai sekarang, di puncak karir politiknya yang dipercaya dan mendapatkan rekomendasi dari DPP PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Wakil Wali Kota Blitar mendampingi Bambang Rijanto yang dikenal merakyat.
Kelemahan Bayu berikutnya, meski sudah menjadi pejabat publik. Bayu sudah memiliki beberapa anak angkat dari teman anaknya. Sekitar seratus orang yang diperbantukan bekerja di Pemkot Kota sebagai tenaga kontrak. Ada pula anak angkatnya yang menjadi anggota TNI. Yang dua orang, warga asal Banyuwangi kini bertugas di Papua. Yang satunya warga Bakung Kabupaten Blitar.
“Saya menganggap semua anak-anak angkat saya bak anak kandung saya sendiri, saya tidak pernah membeda-bedakan mereka. Saya bangga teman anak saya yang di sini, akhirnya pada jadi orang yang berguna buat bangsa dan negaranya. Hanya pesanku, anak-anak saya yang sudah bekerja dan mendapatkan gaji, sisihkan sebagian uangmu, cari anak yatim di sekitarmu. Gendong dan elus dengan kasih sayang, sambil berikan bantuan secukupnya,” pesan Bayu sambil menghela nafas panjang.
Dalam perjuangan kelemahan Bayu, dia berfilosofi sesama kawan seperjuangan boleh salah tapi tidak boleh berbohong. Karena didikan sebagai anak TNI, yang disiplin. Sehingga anak-anaknya juga ditanamkan prinsip menghormati dan menghargai sesama manusia. Bahkan, disaat ada siapapun bertamu ke kediamannya, seluruh anaknya diwajibkan untuk menghormatinya, dengan bersalaman dan cium tangannya.
Sembari kembali meneteskan air mata, Bayu meminta bantuan doa, agar salah satu anaknya yang bertugas di daerah konflik di Papua diberikan kemudahan dan keselamatan. Istilah Jawanya, Bayu gajah kelar bukan orang kaya tapi hidupnya didedikasikan bagi orang miskin di sekitarnya, membantu dengan tulus tanpa imbalan.
Faktanya, berapa jumlah anak angkatnya yang dibantu Bayu sampai menjadi abdi negara. Saya yakin banyak warga Blitar yang belum mengetahui, sosok dan kiprah calon wakil wali kota kita. Bayu bukan seorang retorika yang pandai bicara. Juga bukan seorang lulusan universitas terkenal, bahkan pegawai BUMN. Bayu, selama karir politiknya tidak pernah memiliki dana hingga puluhan miliar Rupiah. Atas beberapa kekurangan dan kelemahanya, Bayu merupakan sosok manusia biasa, orang yang memiliki salah dan dosa seperti banyaknya orang lainya.