Kesepakatan ini merupakan komitmen Pertamina untuk memastikan pasokan LNG yang penting untuk proyek infrastruktur gas/LNG di Indonesia. LNG yang dibeli dari AS akan didistribusikan ke sejumlah terminal milik Pertamina, termasuk Arun LNG Storage & Regasification Terminal dan FSRU Jawa Tengah. Hal ini juga terkait dengan proyek konstruksi penyimpanan gas di Indonesia.
Proyek Arun LNG Storage & Regasification Terminal di Lhokseumawe, Aceh, memiliki kapasitas 400 juta standar kubik per hari (MMSCFD) atau setara dengan 3 juta ton per tahun. Proyek ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gas 120 MMSCFD untuk PT PLN (Persero).
Ketua KPK, Firli Bahuri, menjelaskan bahwa kasus ini bermula sejak tahun 2012 ketika Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif untuk mengatasi defisit gas di Indonesia yang diproyeksikan terjadi pada periode 2009-2040.
Karen, selaku Direktur Utama Pertamina periode 2009-2014, dianggap telah membuat keputusan kerja sama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG asing, termasuk Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC AS, tanpa kajian yang memadai dan tanpa melaporkan hal ini kepada dewan komisaris Pertamina.
Firli juga mengungkapkan bahwa semua kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari CCL LLC AS tidak terserap di pasar domestik dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar sekitar US$140 juta. Karen dijerat dengan tuduhan melanggar sejumlah ketentuan hukum, termasuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Namun, Karen membantah klaim KPK yang menyebutkan bahwa ia secara sepihak memutuskan kontrak perjanjian perusahaan dengan CCL LLC AS. Ia berdalih bahwa tindakan tersebut sesuai dengan perintah jabatannya dan anggaran dasar.
Karen juga mengklaim bahwa pengadaan LNG tersebut merupakan bagian dari tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
Kasus Korupsi LNG: Ahok dan Karen Diperiksa KPK, Penyelidikan Terungkap
Dalam penyelidikan kasus LNG ini, terungkap bahwa Pertamina telah melakukan perjanjian jual beli dengan perusahaan asing, Cheniere Energy, Inc, untuk pasokan LNG dari AS. Namun, perjanjian ini menjadi kontroversial karena Karen Agustiawan diduga mengambil keputusan tanpa kajian yang memadai dan tanpa melaporkan hal ini kepada dewan komisaris Pertamina.
Kerugian keuangan negara sebesar sekitar US$140 juta menjadi isu sentral dalam kasus ini. Karen Agustiawan membantah klaim KPK dan berdalih bahwa tindakan tersebut sesuai dengan perintah jabatannya dan Instruksi Presiden.
Kasus ini terus menjadi fokus penyelidikan KPK, sementara Ahok dan Karen Kardinah menjadi saksi kunci dalam mengungkap kebenaran di balik kasus korupsi LNG yang telah mencoreng citra Pertamina.