Example floating
Example floating
Teknologi Digital

Skandal Deepfake dan Larangan Iklan Politik: Perang AI Pemilu

×

Skandal Deepfake dan Larangan Iklan Politik: Perang AI Pemilu

Sebarkan artikel ini
Skandal Deepfake dan Larangan Iklan Politik: Perang AI Pemilu
Skandal Deepfake dan Larangan Iklan Politik: Perang AI Pemilu
Example 468x60

MEMO

Google dan Meta Melakukan Pembatasan Penggunaan AI dalam Pemilu 2024: Ancaman dan Regulasi.

Kebijakan Pembatasan AI Google dan Meta dalam Pemilu 2024

Induk perusahaan Google, Alphabet, telah mengumumkan kebijakan baru yang mengatur jumlah “pertanyaan” yang dapat dijawab oleh teknologi kecerdasan buatan (AI) mereka tentang pemilihan umum.

Pembatasan ini mencakup penggunaan chatbot AI mereka, Bard, dan mesin pencari Google Search yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan yang sedang mereka kembangkan. Langkah ini diambil sebagai antisipasi menghadapi pemilihan umum nasional yang akan diadakan di sejumlah negara besar di seluruh dunia, dimulai pada awal tahun 2024, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters.

Selain Amerika Serikat, negara-negara lain yang akan menyelenggarakan pemilihan umum nasional pada tahun 2024 termasuk India, Afrika Selatan, dan Indonesia.

Google menyatakan bahwa mereka akan lebih berfokus pada peran yang dapat dimainkan oleh kecerdasan buatan sambil tetap memberikan layanan kepada pemilih dan pihak yang terlibat dalam kampanye di berbagai pemilihan umum di seluruh dunia.

Perusahaan induk Facebook, Meta, juga telah mengumumkan larangan terhadap penggunaan produk kecerdasan buatan mereka oleh kampanye politik atau pengiklan di industri yang ketat diatur.

Sementara itu, Twitter X yang dimiliki oleh Elon Musk telah mengumumkan kebijakan yang memungkinkan iklan politik dari partai politik dan kandidat politik di Amerika Serikat. Sebelumnya, Twitter telah melarang semua jenis iklan politik sejak tahun 2019.

Pendekatan kebijakan yang diambil oleh Elon Musk sedang diselidiki oleh Uni Eropa, yang mengharuskan setiap iklan politik diberi label yang menyebutkan pihak yang membayar, nilai pembayaran, dan untuk pemilihan umum di negara mana.

Penggunaan kecerdasan buatan mengancam pemilihan umum di Indonesia. Pada bulan Februari mendatang, Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan umum legislatif dan presiden secara bersamaan.

Pemerintah Indonesia telah menyoroti penggunaan kecerdasan buatan dalam kampanye pemilu, termasuk dalam kampanye presiden yang melibatkan Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo.

Implikasi Larangan Iklan Politik oleh Meta Terhadap Pemilu Online

Seperti pemerintah lain di berbagai belahan dunia, Indonesia berusaha menemukan cara untuk mengatur penggunaan kecerdasan buatan agar tidak digunakan untuk menyebarkan informasi palsu dan hoaks.

Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria, berbagi cerita tentang teman-temannya yang hampir percaya pada video deepfake Jokowi yang berbicara dalam bahasa Mandarin, meskipun mereka sebenarnya memiliki pemahaman digital yang cukup baik.

“Dunia semakin maju. Banyak teman saya yang mahir di dunia digital hampir saja percaya bahwa pidato tersebut terjadi di Beijing, sampai terungkap bahwa itu hanyalah hasil dari teknologi deepfake,” ujar Nezar dalam Diskusi Multi-Pemangku Kepentingan untuk Pengembangan Kerangka Etika Kecerdasan Buatan di Jakarta, pada hari Selasa (5/12/2023).

Dia mengakui bahwa kecerdasan buatan sering kali digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah dan menyesatkan, baik oleh kelompok tertentu maupun individu. Penggunaan kecerdasan buatan generatif dalam pembuatan deepfake dapat memperburuk kekacauan informasi, bahkan sulit untuk membedakan informasi yang benar dan yang salah.

“Kehadiran kecerdasan buatan generatif menjadi ancaman serius. Ini dapat mengganggu aliran informasi yang kita terima,” tambahnya.

Oleh karena itu, Kementerian Kominfo telah merancang draf Surat Edaran tentang Kecerdasan Buatan yang berisi pedoman dan ketentuan etis dalam pemanfaatan teknologi ini di Indonesia. Tujuannya adalah agar penerapan kecerdasan buatan dapat memberikan manfaat maksimal dan menghindari dampak negatifnya.

Pembatasan Penggunaan AI dalam Pemilu 2024: Langkah dan Ancaman Teknologi Terhadap Keabsahan Informasi

Pembatasan yang diberlakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa teknologi seperti Google dan Meta (sebelumnya dikenal sebagai Facebook) terhadap penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pemilihan umum 2024 memiliki implikasi luas.

Langkah-langkah ini, yang meliputi larangan iklan politik oleh Meta serta penyesuaian kebijakan Google terhadap jawaban AI terkait pemilu, menjadi respons atas kekhawatiran akan penyebaran informasi palsu dan hoaks.

Di sisi lain, Twitter X yang dimiliki Elon Musk mengecualikan iklan politik, yang saat ini tengah diselidiki oleh Uni Eropa. Di Indonesia, penggunaan AI dalam pemilu mendapat sorotan, dengan pemerintah mencari cara untuk mengatur agar teknologi ini tidak disalahgunakan.

Wakil Menteri Kominfo menyatakan kekhawatiran akan deepfake dan informasi palsu yang dihasilkan AI, yang menegaskan perlunya aturan etis yang ketat.

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.