Hendro menjelaskan bahwa untuk pergi ke Kamboja, kedua warga tersebut akan diantar oleh tiga orang penyalur yang menunggu di sekitar Kantor Imigrasi Ponorogo. Setelah mendapatkan informasi tersebut, petugas segera mengamankan ketiga penyalur tersebut di Jalan Juanda, Kota Ponorogo. Mereka adalah WI dari Bogor, AT dari Jakarta, dan IS dari Mojokerto.
Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo, Yanto, menyatakan bahwa setiap orang yang menyumbangkan ginjalnya akan menerima imbalan sebesar Rp 150 juta.
Dalam kasus ini, WI berperan sebagai perekrut, sedangkan AT membantu proses permohonan paspor dan menyediakan akomodasi. Sebelum menjadi perekrut, WI sebenarnya pernah pergi ke Kamboja untuk menjual ginjalnya, tetapi ia gagal karena masalah kesehatan.
Untuk mengusut kasus ini, Kantor Imigrasi bekerja sama dengan Kepolisian Resort Ponorogo. Mereka juga akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap MM dan SH yang telah memberikan data yang tidak valid dan keterangan yang tidak benar dalam memperoleh paspor.
“Keduanya akan dijerat dengan Pasal 126 huruf c UU 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Ancaman hukumannya adalah penjara maksimal lima tahun dan denda sebesar 500 juta rupiah,” tambahnya.
Penangkapan lima orang terkait perdagangan ginjal internasional oleh petugas Kantor Imigrasi Ponorogo telah mengungkap keberadaan sindikat yang terlibat dalam kegiatan ilegal ini.
Dua dari mereka adalah pemilik ginjal yang berniat menjual organ tubuh mereka, sementara tiga orang lainnya diduga sebagai penyalur.
Tindakan ini merupakan upaya keras petugas untuk memberantas perdagangan ginjal ilegal dan melindungi warga negara dari praktik yang tidak etis dan melawan hukum.
Kerjasama antara Kantor Imigrasi dan Polres Ponorogo dalam mengusut kasus ini menunjukkan komitmen untuk menegakkan hukum dan mencegah kegiatan kriminal terkait perdagangan organ tubuh.