Surabaya, Memo.co.id
Ingat judul di atas ? Saya tidak baca apa yang saya tandatangani. Kalimat tersebut jadi tranding topik, ketika seluruh elemen masyarakat menyalahkan Presiden Jokowi mendatangani Kepres kenaikan uang muka mobil bagi pejabat. Atau kasus Gubernur Ahok yang tandatangan dokumen dalam kasus Rumah Sakit Suber Waras.
Ketiganya sama. Bedanya, Presiden Jokowi dan Gubernur Ahok tidak bisa disentuh hukum. Sedang Dahlan Iskan, dengan mudahnya diseret oleh aparat penegak hukum di Kejagung. Kejagung sendiri masih dijabat M Prasetyo, yang diberangkatkan dari Partai Nasdem. Namun, semua itu lepas dari kasus yang mendera Dahlan Iskan. mantan direktur PWU Jatim.
Dahlan Iskan ditetapkan tersangka pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) di Kediri dan di Tulungagung. Dahlan pernah menjabat sebagai Dirut PT PWU. Selama menjabat sebagai direktur di PT PWU Jatim, Dahlan iskan tidak menerima gaji. Karena, pada waktu itu, semua BUMD di bawah PT PWU, sedang mengalami pailit.
Dahlan mengaku tak terima suap atau pun sogokan sama sekali. Tetapi menurut dia dia ditahan hanya karena tanda tangan “Bukan karena makan uang, bukan karena menerima sogokan, bukan karena menerima aliran dana, tapi karena harus tanda tangan dokumen yang disiapkan anak buah,” kata Dahlan.
Kemarin, Kejaksaan Tinggi Surabaya melepas Dahkan Iskan dari tahanan Kejati Jatim. Dia secara resmi menjadi tahanan kota. Karena menjadi tahanan kota, Kejati di Surabaya harus melepaskan Dahlan iskan dan menyerahkan ke keluarganya. Dari Kejati, dia disambut ioleh Pengasuh Pondok pesantren Sabilil Muttaqien Magetan, KH Miratul Mukminin.
Gus Amik sapaan akrabnya terlihat mendampingi Dahlan yang memakai kaos oblong putih saat keluar dari Rutan Kelas I Surabaya.”Selama menjadi tahanan kota, pihaknya akan kooperatif dan mengikuti semua proses hukum yang berlaku. Kapanpun dibutuhkan pasti datang,” kata Gus Amik. (mar)