Mayoritas anggaran dipergunakan untuk biaya kepegawaian daripada untuk alutsista yang sebenarnya lebih penting dalam peningkatan kapabilitas TNI.
Permasalahan juga muncul terkait pembelian alutsista yang rawan korupsi dan terkait dengan politik internasional, seperti larangan dari AS atas pembelian alutsista dari Rusia yang bisa menimbulkan sanksi.
Selain itu, untuk mencapai alokasi anggaran pertahanan sebesar 1-2 persen dari PDB, dibutuhkan komitmen politik dan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan anggaran, baik dari sumber APBN maupun lainnya.
Menurut sejumlah analis, peningkatan anggaran pertahanan harus sesuai dengan prioritas strategis yang telah ditetapkan, termasuk dalam hal pengadaan alutsista yang tepat sasaran dan efisiensi penggunaan anggaran.
Realitas Anggaran Pertahanan Indonesia: Antara Janji dan Kenyataan
Meskipun janji untuk meningkatkan alokasi anggaran pertahanan menjadi 1-2 persen dari PDB telah ditekankan oleh Calon Presiden Ganjar Pranowo, kenyataannya anggaran pertahanan Indonesia cenderung fluktuatif dalam beberapa tahun terakhir.
Data menunjukkan bahwa alokasi anggaran Kementerian Pertahanan selalu berada di bawah 1 persen dari PDB. Namun, sejumlah pengamat menilai bahwa peningkatan alokasi anggaran belum menjadi prioritas yang mendesak.
Mereka lebih menekankan pada pengelolaan anggaran yang kurang disiplin, terutama dalam penggunaannya untuk alat utama sistem senjata. Rawannya pembelian alutsista dan keterlibatan dalam politik internasional menjadi tantangan serius terkait dengan peningkatan anggaran pertahanan.