Desa Rantau Kermas di Kabupaten Merangin, Jambi, merupakan contoh nyata bagaimana kebijakan pelestarian hutan berbasis adat dapat menghasilkan sumber energi yang ramah lingkungan dan terjangkau bagi masyarakat. Melalui pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) yang dibangun di hutan adat mereka, penduduk desa telah berhasil mengatasi tantangan kegelapan dengan sumber energi berkelanjutan.
Namun, apa yang membuat keberhasilan PLTMH Rantau Kermas begitu penting dan bagaimana model ini dapat diadopsi di daerah lain? Mari kita lihat dalam kesimpulan artikel ini.
PLTMH Rantau Kermas: Kearifan Lokal yang Terangi Desa dengan Listrik
Kemurahan hati penduduk Desa Rantau Kermas, Kabupaten Merangin, Jambi, terhadap hutan telah menghasilkan sumber energi murah yang berdampak positif pada kehidupan mereka. Desa ini tidak lagi terbenam dalam kegelapan, berkat hadirnya pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Sungai Batang Langkup, yang kini melayani kebutuhan energi masyarakat.
Hutan yang dimaksud adalah Hutan Adat Kara Jayo Tuo, yang mencakup area seluas sekitar 130 hektar dan berfungsi sebagai penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Hutan ini terletak hanya sekitar 500 meter dari pemukiman penduduk, dan menjadi rumah bagi beragam satwa, termasuk kambing hutan, rangkong, harimau Sumatera, rusa, kijang, dan ayam hutan.
Kesadaran akan pentingnya menjaga hutan ini tumbuh setelah peristiwa banjir bandang pada tahun 1974, yang meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, memaksa banyak penduduk desa untuk mengungsi. Sejak saat itu, masyarakat secara turun temurun menjaga hutan dengan aturan yang ketat.
Mereka tidak diperkenankan menebang hutan yang berada di hulu air, yang disebut sebagai ulu aik oleh masyarakat.
Di sisi lain, zona yang dapat dimanfaatkan untuk tempat tinggal dan pertanian berada di bawah hulu air, yang disebut tanah ajum dan tanah arah. Aturan adat juga menyatakan bahwa setiap orang yang melanggar aturan dengan menebang pohon akan dikenakan denda berupa seekor kambing, uang Rp500 ribu, beras 20 gantang, dan lemak semanis.
Peraturan ini diperkuat dengan penetapan hutan adat Marga Serampas Rantau Kermas oleh SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.6741/Menlhk-pskl/kum.1/12/2016.
Selain itu, kebijakan pelestarian hutan Hutan Adat Kara Jayo Tuo juga didukung oleh program pohon asuh. Ketua Pengelola Hutan Adat Kara Jayo Tuo, Agustami, menjelaskan bahwa kehadiran hutan di hulu desa membantu melindungi rumah-rumah dari potensi banjir.
Tradisi pelestarian hutan adat terus berlanjut bahkan setelah PLTMH dibangun di Sungai Batang Langkup pada tahun 2018. Melalui sungai ini, Desa Rantau Kermas kini dapat menikmati listrik dengan daya hingga 39 ribu Watt.
Pembangkit listrik ini merupakan hasil hibah dari KKI Warsi dan MCAI-Indonesia sebagai pengakuan terhadap komitmen masyarakat dalam melestarikan hutan. Saat ini, PLTMH dikelola secara mandiri oleh kelompok masyarakat.
Ade Usman, Bendahara PLTMH Rantau Kermas, menyampaikan bahwa sebanyak 115 rumah di Desa Rantau Kermas telah terhubung dengan listrik tenaga air ini. Warga hanya perlu membayar iuran bulanan sebesar Rp60 ribu hingga Rp80 ribu, meskipun mereka dapat menggunakan berbagai peralatan listrik seperti kulkas, mesin cuci, setrika, mejikom, dan kipas angin.
Bagaimana Kearifan Lokal Desa Rantau Kermas Menghasilkan Listrik Ramah Lingkungan?
Tiang listrik PLN memang telah dipasang di Desa Rantau Kermas, tetapi mayoritas penduduk lebih memilih PLTMH karena biayanya lebih terjangkau dibandingkan dengan tarif PLN yang lebih tinggi dan sering mengalami pemadaman bergilir.
Mira Wati, seorang pelanggan PLTMH Rantau Kermas, menjelaskan bahwa sebelum adanya PLTMH, PLN tidak tersedia, dan setelah PLTMH dibangun, PLN memasang tiang listrik dan kabel. Tarif PLN jauh lebih mahal, ditambah dengan pemadaman bergilir, sehingga warga lebih memilih PLTMH.
Selain menerangi ratusan rumah, PLTMH Rantau Kermas juga memasok listrik ke kantor desa, masjid, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Bahkan, energi ramah lingkungan ini digunakan untuk mengoperasikan usaha budi daya dan pengelolaan kopi Serampas milik desa.
Koordinator Divisi Komunikasi KKI Warsi Jambi Sukma Reni mengatakan bahwa Desa Rantau Kermas memberikan contoh nyata tentang bagaimana alam dapat memberikan manfaat jika dikelola dengan baik. PLTMH merupakan salah satu contoh yang sesuai dengan kebijakan pelestarian hutan adat di sana.
Hutan ini menjaga pasokan air bersih, menggerakkan turbin, dan memenuhi kebutuhan listrik masyarakat, menciptakan harmoni yang menguntungkan manusia yang menjaganya.
Penggunaan PLTMH di Desa Rantau Kermas menunjukkan bahwa sumber energi ini bisa diandalkan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Namun, pengelolaan yang baik dan perawatan yang berkelanjutan diperlukan agar PLTMH tetap beroperasi dengan baik.
Menurut kajian IESR pada tahun 2021, potensi sumber daya air untuk PLTMH di Indonesia mencapai 28,1 giga watt (GW), dengan potensi PLTMH di Jambi mencapai 185 mega watt (MW). Namun, terdapat berbagai kendala yang menghambat pencapaian target penggunaan energi terbarukan ini, seperti masalah perizinan dan waktu pembangunan.
IESR juga mencatat bahwa, meskipun panas bumi dan energi hidro/air akan tetap mendominasi suplai listrik dari energi terbarukan hingga tahun 2021-2025, banyak target yang tertunda karena berbagai faktor, termasuk ketidaktersambungan PLTMH dengan jaringan PLN. Namun, potensi pengembangan PLTMH tetap besar, terutama di daerah yang belum memiliki akses energi.
Keberhasilan PLTMH Rantau Kermas: Kearifan Lokal yang Menerangi Desa
Kisah sukses ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya melestarikan hutan adat dan menjaga alam, yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. PLTMH Rantau Kermas adalah bukti konkret bahwa upaya pelestarian alam dapat berdampak positif, dan kita semua dapat belajar dari contoh ini untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.