Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pendapatan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) mengalami penurunan signifikan pada tahun ini. Menurutnya, setoran CHT turun 8,93% dibandingkan tahun sebelumnya, khususnya pada Juli 2023.
Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh rendahnya pendapatan dari produk CHT golongan satu. Dalam Konferensi Pers APBN edisi Agustus 2023, Sri Mulyani menjelaskan penyebab penurunan ini serta langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi tren ini.
Tren Penurunan Setoran Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Implikasinya
Sri Mulyani Indrawati, yang menjabat sebagai Menteri Keuangan, telah mengungkapkan bahwa pendapatan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun ini mengalami penurunan pada bulan Juli 2023. Jumlah setoran CHT yang tercatat mencapai angka sebesar Rp 111,23 triliun, mengalami penurunan sebesar 8,93% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, khususnya pada periode Juli 2023.
Dalam suatu kesempatan Konferensi Pers mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) edisi Agustus 2023, Sri Mulyani menyatakan, “Penurunan sebesar 8,54% tersebut terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan dari produk CHT golongan satu.”
Mengacu pada catatan yang disampaikan oleh Sri Mulyani, data produksi kumulatif hingga bulan Mei menunjukkan penurunan sebesar 3,69%. Sementara itu, tarif rata-rata tertimbang mengalami kenaikan hanya sebesar 2,02% dari angka yang seharusnya, yaitu 10%.
Kondisi ini dipicu oleh penurunan pendapatan dari golongan satu CHT, yakni tarif yang tinggi, seperti Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
Analisis Dampak Penurunan CHT dan Strategi Kenaikan Tarif oleh Pemerintah
Pada akhir bulan November pada tahun sebelumnya, pemerintah telah mengambil keputusan untuk menaikkan tarif CHT bagi produk rokok sebanyak 10% pada tahun 2023 dan 2024. Pada waktu itu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan tarif CHT akan bervariasi sesuai dengan jenis golongan rokoknya.
Ia mengungkapkan, “Rata-rata kenaikan tarif adalah sekitar 10%, dan ini akan terlihat pada tarif SKM I dan II yang akan mengalami kenaikan rata-rata antara 11,5 hingga 11,75 persen. Sementara itu, tarif SPM I dan SPM II akan naik sekitar 12 hingga 11 persen, dan untuk SKP I, II, dan III akan mengalami kenaikan sebesar 5 persen.”
Namun, kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, melainkan juga akan diterapkan pada rokok elektrik dan produk-produk lainnya yang berasal dari pengolahan hasil tembakau (HPTL). Sri Mulyani menegaskan bahwa tarif cukai untuk rokok elektrik akan mengalami kenaikan setiap tahunnya selama lima tahun ke depan.
“Dalam hal ini, telah diputuskan bahwa tarif cukai untuk rokok elektrik akan mengalami peningkatan sekitar 15 persen setiap tahun, sementara tarif untuk produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL) akan naik sekitar 6 persen. Kebijakan ini akan berlaku selama periode lima tahun ke depan,” tegasnya.
Tren Penurunan Setoran Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Kebijakan Kenaikan Tarif: Dampak dan Implikasinya
Dengan demikian, penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebijakan fiskal dan kebijakan konsumsi. Kebijakan kenaikan tarif CHT menjadi refleksi dari upaya pemerintah untuk mengoptimalkan pendapatan negara.
Namun, perlu ada pemahaman yang mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan ini serta kesiapan untuk merespons perubahan dalam pola konsumsi masyarakat. Kesimpulannya, langkah-langkah kebijakan ini harus diikuti dengan evaluasi berkala untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas dalam mencapai tujuan ekonomi dan fiskal yang diinginkan.