Selain itu, Teten juga meminta Menteri Investasi dan Kepala Badan Pengawas Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (BPKM), Bahlil Lahadila, untuk mengintensifkan pengawasan terhadap portal web dan platform digital yang tidak memiliki tujuan komersial (nonprofit) dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 63121. Tujuannya adalah untuk mencegah produk impor agar tidak dapat dengan mudah dijual di pasar dalam negeri.
Menteri Investasi Berperan Aktif dalam Melindungi Produk Lokal
Bahlil sendiri menyetujui kebijakan ini, dan ia juga menyatakan bahwa negara-negara seperti China dan India memiliki regulasi yang lebih ketat terkait e-commerce. Namun, ia juga mengakui bahwa pasar besar Indonesia tidak selalu diikuti dengan perlindungan produk-produk dalam negeri yang memadai. Menurut Bahlil, hal ini terkait dengan kurangnya aturan yang memadai dalam hal ini.
“Begitu, Pak Teten, saya meminta maaf, tanpa adanya peraturan yang ada saat ini, saya telah menginstruksikan kepada deputi saya untuk tidak memberikan izin kepada entitas e-commerce yang datang hanya untuk berjualan tanpa terdaftar terlebih dahulu. Saya telah menghentikannya. Saya siap menghadapi DPR jika ada keluhan dari pihak yang terkena dampak,” ungkapnya.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa ada praktik licik yang dilakukan oleh beberapa pihak, yaitu dengan menjual produk yang sama dengan harga yang lebih rendah, lalu mengakuisisi usaha kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Ketika pelaku usaha lokal mulai bangkrut, mereka akan memainkan permainan dengan volume yang lebih besar dan harga yang lebih rendah.
Menghadapi Dominasi TikTok dalam E-Commerce: Kebijakan yang Harus Diambil Indonesia
Meskipun tantangan besar ada di depan, langkah-langkah ini harus segera diambil oleh pemerintah Indonesia untuk menjaga keberagaman dan keadilan dalam ekosistem e-commerce yang semakin kompleks dan terhubung.