Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan kebijakan yang kontroversial namun memiliki dampak signifikan: larangan warga negara pergi ke tanah suci untuk menjalankan ibadah haji lebih dari satu kali.
Dalam upaya mengurangi waktu tunggu para calon jemaah, ide ini muncul sebagai solusi penting. Artikel ini akan mengeksplorasi urgensi kebijakan tersebut, berdasarkan data terbaru, serta implikasi kesehatan yang perlu dipertimbangkan.
Muhadjir Effendy Mencetuskan Wacana: Hanya Satu Haji Seumur Hidup
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengemukakan ide untuk melarang warga negara pergi ke tanah suci untuk menjalankan ibadah haji lebih dari satu kali. Menurutnya, langkah ini memiliki signifikansi penting dalam upaya mengurangi waktu tunggu para calon jemaah haji yang hendak berangkat ke tanah suci setiap tahunnya.
Muhadjir menyatakan, “Bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial untuk menunaikan ibadah haji, seharusnya mereka hanya diperbolehkan sekali saja. Sementara, peluang berikutnya harus diberikan kepada warga yang belum sempat menjalankan ibadah haji.” Pernyataan ini diungkapkan oleh Muhadjir melalui keterangan resmi yang ia sampaikan di laman resmi Kemenko PMK pada hari Jumat (25/8).
Menurut Muhadjir, pemikiran ini harus diperbincangkan lebih lanjut mengingat populasi calon jemaah haji di Indonesia semakin menua. Baginya, situasi ini memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan calon jemaah.
Berdasarkan data pelaksanaan ibadah haji pada tahun 2023, ditemukan bahwa 43,78 persen dari calon jemaah berusia di atas 60 tahun. Sementara itu, jumlah calon jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia selama pelaksanaan ibadah haji tahun 2023 mencapai 774 orang, dan mayoritas di antaranya adalah lanjut usia (lansia).
Implikasi Kesehatan dan Transformasi Pelaksanaan Haji di Indonesia
Dalam perspektif epidemiologi, terlihat bahwa calon jemaah haji yang berusia lanjut memiliki risiko kematian sebanyak 7,1 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan calon jemaah yang bukan lanjut usia. Penyebab utama kematian di antaranya adalah sepsis atau infeksi yang mengakibatkan kegagalan organ, syok kardiogenik atau ketidakmampuan jantung memompa darah, serta penyakit jantung koroner.
Oleh karena itu, Muhadjir mengusulkan agar Indonesia mengubah cara pelaksanaan ibadah haji. Ia berpendapat bahwa pemerintah harus memastikan kesehatan calon jemaah selama mereka menjalankan ibadah haji hingga saat mereka kembali ke rumah masing-masing.
Ia menambahkan, “Semakin banyaknya calon jemaah yang berusia lanjut disebabkan oleh antrian yang panjang. Ini adalah masalah serius yang harus kita persiapkan.”
Pada kesempatan sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah merekomendasikan dalam rapat kerja nasional pada Maret 1984 bahwa ibadah haji sebaiknya hanya dilakukan sekali seumur hidup dengan syarat kemampuan finansial yang memadai.
Pentingnya Kebijakan Baru: Larangan Ibadah Haji Lebih dari Sekali dan Dampaknya pada Keselamatan Calon Jemaah
Kebijakan ini, jika diterapkan, akan mengubah dinamika pelaksanaan ibadah haji di Indonesia. Pemerintah harus memprioritaskan kesehatan calon jemaah dan menyadari bahwa antrian yang panjang dapat mengancam keselamatan mereka.
Ini adalah langkah penting untuk menjaga kesejahteraan warga yang menjalani ibadah haji, terutama mereka yang sudah lanjut usia. Dalam perspektif Majelis Ulama Indonesia (MUI), kebijakan ini tidaklah baru, karena MUI sebelumnya merekomendasikan hal serupa pada tahun 1984, bahwa ibadah haji sebaiknya hanya dilakukan sekali seumur hidup dengan syarat kemampuan finansial yang memadai.
Keselamatan calon jemaah adalah prioritas utama, dan langkah-langkah seperti larangan ibadah haji lebih dari satu kali menjadi pertimbangan serius demi melindungi mereka.