Surabaya, Memo
Gagalnya polisi menangkap MSAT karena adanya perlawanan dari pihak pondok pesantren mendapat sorotan dari Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) KH Marzuki Mustamar. Dia mengatakan bahwa negara dalam hal ini kepolisian, kejaksaan dan pengadilan tidak boleh dikalahkan oleh kelompok manapun.
“Sebaiknya diterapkan bahwa hukum tidak pandang bulu, apa golongannya, apa status sosialnya mau kaya miskin, pejabat, rakyat, tokoh dan bukan tokoh. Negara yang dalam hal ini penegak hukum kepolisian, kejaksaan, pengadilan tidak boleh kalah dengan kelompok atau apapun,” ujarnya saat menghadiri perayaan Hari Bhayangkara ke 76 di Mapolda Jatim, Selasa (5/7/2022).
“Kami dukung polisi dan kejaksaan terus menindak siapapun yang melanggar undang undang,” lanjutnya.
Saat ditanya terkait adanya perlawanan dari pihak pondok pesantren (ponpes), Marzuki mengatakan pihaknya mendukung aparat penegak hukum untuk menindak pada siapapun yang melanggar. “Perkara nanti setelah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman dan nanti ada pertimbangan kemanusiaan monggo kiai diajak bicara. Baru nanti bicara masalah kemaslahatan,” ujarnya.
Hal yang tak jauh beda juga diungkapkan Moch Amrodji, Ketua DPW LDII Provinsi Jatim. Dia juga menyampaikan hal serupa, dan mendukung apa apa yang disampaikan KH Marzuki. “Hukum diletakkan di atas segala-galanya.
Tapi ya tadi setelah itu ada proses proses persuasif dilakukan demi kemaslahatan,” ujarnya.
Perlu diketahui, pencabulan santriwati yang menjerat anak kiai di Jombang, Jawa Timur, MSAT masih belum masuk ranah persidangan. Hal itu lantaran, pihak kepolisian sampai saat ini belum bisa menghadirkan tersangka untuk dilakukan tahap dua (penyerahan tersangka dan barang bukti) ke jaksa penuntut umum.
Beberapa waktu lalu, polisi dari Polres Jombang yang di-back up Polda Jatim mencoba untuk melakukan upaya penangkapan terhadap MSAT namun gagal. Polisi hanya mengamankan dua orang yang sempat menghalangi kerja polisi saat akan melakukan pengejaran terhadap DPO pencabulan MSAT. Polisi hanya mengamankan dua orang, dan mengamankan barang bukti berupa senjata airsof gun. Yang saat itu ada di dalam mobil isuzu Panther dengan Nopol S-1741-ZJ.
MSAT merupakan anak seorang kiai di Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Pada Oktober 2019, MSA dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG.
Korban adalah salah satu santri atau anak didik MSAT. Selama penyidikan oleh Polres Jombang, MSAT tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik. Kendati demikian MSA telah ditetapkan sebagai tersangka pada November 2019.
Kasus ini kemudian ditangani Polda Jatim. Namun polisi ternyata belum bisa mengamankan MSAT. Upaya jemput paksa pun sempat dihalang-halangi jemaah pesantren setempat. MSAT lalu menggugat Kapolda Jatim. Ia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah. Namun gugatan praperadilan itu ditolak hakim .
Dia mengajukan ulang praperadilan di Pengadilan Negeri Jombang, setelah kalah dalam praperadilan pertama di Surabaya. Ada empat pihak yang menjadi termohon/tergugat. Di antaranya, Kepala Kepolisian Resor Jombang (Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jombang), Kepala Kejaksaan Negeri Jombang, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur (Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim), serta Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Jawa Timur).