“Sudah lama situs batu-batu ini berada di Dusun Jenar. Tapi belum ada yang dikondisikan seperti sekarang. Kalau sekarang batu-batu yang terpencar dikumpulkan, dan ditata dengan baik,” terang Samto.
Dia menyampaikan keberadaan situs tersebut kurang ada perhatian dari warga. Bahkan sebelumnya banyak yang mengambil batu untuk kebutuhan bahan bangunan dan sebagainya. Warga awalnya hanya menganggap batu biasa, namun ternyata berbentuk gamelan dan wayang. “Setelah ini, karena diduga mengandung nilai sejarah, jadi kami ajukan ke pemerintah untuk penanganan selanjutnya,” terangnya.
Samto menyebutkan, untuk lokasi batu tersebar tidak merata. Ada yang di lahan warga, ada pula yang berada di tanah kas desa. Namun kebanyakan di lahan yang tidak produktif. “Rata-rata itu terkumpul di sekitar 25 meter persegi, ada juga yang sampai 50 meter persegi,” ungkapnya.