Terkait proses peradilan, Zaenur menekankan bahwa penentuan institusi peradilan yang sesuai harus didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak untuk menimbang pihak atau institusi mana yang mengalami kerugian paling dominan dari dugaan tindak pidana korupsi ini.
“Kasus Basarnas ini merugikan Basarnas di bidang SAR, bukan di lingkungan militer. Oleh karena itu, seharusnya ditangani di pengadilan umum,” jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI. Johanis juga menyebut adanya “kekhilafan dari tim” penyelidik selama pelaksanaan OTT.
Johanis menjelaskan bahwa lembaga peradilan terdiri dari empat jenis, yaitu militer, umum, agama, dan Tata Usaha Negara (TUN). Ia menjelaskan bahwa peradilan militer khusus untuk anggota militer, sedangkan peradilan umum untuk sipil.
“Ketika melibatkan militer, maka sipil harus diserahkan kepada militer,” ujar Johanis setelah pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Jumat (28/7) petang.
“Di sini terjadi kekeliruan dan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat tadi kami sudah memohon maaf kepada teman-teman TNI dan kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI serta jajaran TNI atas kekhilafan ini,” tandasnya.
Kritik Pengamat Hukum terhadap Pimpinan KPK dan Solusi Konektivitas Antara KPK dan Puspom TNI dalam Penanganan Kasus OTT
Zaenurrohman menegaskan bahwa KPK seharusnya tidak hanya menyalahkan anak buahnya dalam polemik OTT di Basarnas, tetapi juga harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Ia juga menyoroti langkah KPK yang menetapkan tersangka militer tanpa dasar hukum yang jelas.
Untuk itu, ia menyarankan agar KPK dan Puspom TNI membentuk tim konektivitas berdasarkan aturan yang ada dalam KUHAP untuk menyelidiki kasus-kasus yang melibatkan pelaku sipil dan militer secara bersama-sama. Dengan adanya tim konektivitas ini, diharapkan penanganan kasus OTT dan dugaan tindak pidana korupsi dapat lebih terintegrasi dan sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga menghindari kekeliruan dalam proses penegakan hukum.