Pengamat hukum dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), Zaenurrohman, mengkritik sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait polemik Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (Basarnas).
Zaenur menilai pimpinan KPK cuci tangan dengan menyebut adanya kekhilafan dari para penyelidik saat melakukan OTT. Meski begitu, peneliti tersebut juga memberikan solusi terkait pembentukan tim konektivitas antara KPK dan Puspom TNI dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pelaku sipil dan militer.
Pengamat Hukum Kritik Sikap KPK Terkait Polemik OTT di Basarnas
Pengamat hukum mengkritik sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tampaknya menghindari tanggung jawab dalam polemik Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Badan SAR Nasional (Basarnas).
Menurut Zaenurrohman dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), pimpinan KPK tampaknya melemparkan tanggung jawab setelah mereka menyatakan bahwa terdapat kekhilafan oleh para penyelidik selama pelaksanaan OTT.
“Pimpinan tidak bisa lepas dari kesalahan itu; mereka seharusnya tidak menyalahkan anak buah,” ujar Zaenur pada Jumat (28/6) malam.
Bagi Zaenur, mustahil bagi tim penindakan untuk bergerak tanpa pengetahuan dan dukungan dari pimpinan dan struktural KPK. Hal yang sama berlaku dalam proses penetapan tersangka oleh penyidik melalui gelar perkara atau ekspose.
“Penyidik (penyelidik) disalahkan karena penetapan seseorang sebagai tersangka telah melalui gelar perkara oleh penyidik di hadapan direktur, deputi, dan para pimpinan. Prinsipnya ditandatangani oleh pimpinan KPK, jadi seharusnya tidak seharusnya menyalahkan penyidik,” jelasnya.
Zaenur menyatakan bahwa KPK juga telah melanggar aturan ketika menetapkan anggota militer sebagai tersangka, karena anggota TNI aktif tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UU Peradilan Militer.
“Saya tidak menemukan dasar hukum kewenangan KPK untuk menetapkan seorang anggota TNI sebagai tersangka. Jadi, ketika KPK meminta maaf, menurut saya itu adalah satu-satunya langkah yang bisa dilakukan,” tambahnya.
Menurut Zaenur, baik KPK maupun Puspom TNI seharusnya membentuk tim konektivitas pada tahap penyidikan untuk menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaku sipil dan militer.
Solusi Konektivitas KPK dan Puspom TNI dalam Penanganan Kasus OTT
Tim konektivitas akan terdiri dari unsur KPK, Puspom TNI, dan auditor militer yang memiliki kewenangan dalam penyidikan hingga penuntutan. Pembentukan tim ini diatur dalam Pasal 89, 90, dan 91 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“KPK boleh ikut menangkap sipil dan militer saat melakukan OTT. Namun, kemudian sipil dapat langsung ditetapkan sebagai tersangka dalam waktu 24 jam, sementara militer diserahkan kepada Pom TNI. Idealnya, sebelumnya harus ada komunikasi agar tim konektivitas dapat dibentuk,” paparnya.
Terkait proses peradilan, Zaenur menekankan bahwa penentuan institusi peradilan yang sesuai harus didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak untuk menimbang pihak atau institusi mana yang mengalami kerugian paling dominan dari dugaan tindak pidana korupsi ini.
“Kasus Basarnas ini merugikan Basarnas di bidang SAR, bukan di lingkungan militer. Oleh karena itu, seharusnya ditangani di pengadilan umum,” jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI. Johanis juga menyebut adanya “kekhilafan dari tim” penyelidik selama pelaksanaan OTT.
Johanis menjelaskan bahwa lembaga peradilan terdiri dari empat jenis, yaitu militer, umum, agama, dan Tata Usaha Negara (TUN). Ia menjelaskan bahwa peradilan militer khusus untuk anggota militer, sedangkan peradilan umum untuk sipil.
“Ketika melibatkan militer, maka sipil harus diserahkan kepada militer,” ujar Johanis setelah pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Jumat (28/7) petang.
“Di sini terjadi kekeliruan dan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat tadi kami sudah memohon maaf kepada teman-teman TNI dan kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI serta jajaran TNI atas kekhilafan ini,” tandasnya.
Kritik Pengamat Hukum terhadap Pimpinan KPK dan Solusi Konektivitas Antara KPK dan Puspom TNI dalam Penanganan Kasus OTT
Zaenurrohman menegaskan bahwa KPK seharusnya tidak hanya menyalahkan anak buahnya dalam polemik OTT di Basarnas, tetapi juga harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Ia juga menyoroti langkah KPK yang menetapkan tersangka militer tanpa dasar hukum yang jelas.
Untuk itu, ia menyarankan agar KPK dan Puspom TNI membentuk tim konektivitas berdasarkan aturan yang ada dalam KUHAP untuk menyelidiki kasus-kasus yang melibatkan pelaku sipil dan militer secara bersama-sama. Dengan adanya tim konektivitas ini, diharapkan penanganan kasus OTT dan dugaan tindak pidana korupsi dapat lebih terintegrasi dan sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga menghindari kekeliruan dalam proses penegakan hukum.