Presiden Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, mengungkapkan bahwa jumlah uang yang beredar di Indonesia semakin menipis atau sedikit. Hal ini disampaikannya kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo setelah mendengar keluhan dari para pelaku usaha.
“Dari sejumlah pelaku usaha yang saya dengar, sepertinya peredaran uang semakin berkurang,” ujar Jokowi dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta pada hari Rabu (29/11).
Jokowi menduga penipisan jumlah uang di Indonesia disebabkan oleh penggunaan yang banyak untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Mungkin terlalu banyak yang digunakan untuk membeli SBN, SRBI, atau SVBI. Akibatnya, uang yang masuk ke sektor riil menjadi berkurang,” tambah Jokowi.
Analisis Jokowi: Dampak Meningkatnya Pembelian SBN terhadap Peredaran Uang
Tak hanya itu, Jokowi juga menyebutkan bahwa realisasi belanja baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih sedikit. Padahal, pergantian tahun tinggal beberapa minggu lagi.
“Saya lihat realisasi belanja pemerintah daerah, dalam waktu yang tersisa tiga minggu, masih hanya mencapai 64 persen. Begitu pula dengan pemerintah pusat yang masih sekitar 76 persen,” tegasnya.
Jokowi mengklaim aktif memantau masalah ini setiap hari. Bahkan, ia sering kali menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengetahui kondisi realisasi belanja pemerintah baik di APBN maupun APBD.
“Saya selalu mengikuti perkembangan ini hampir setiap hari dan melakukan komunikasi dengan Menteri Keuangan. Meskipun saya tidak menghubungi gubernur BI, karena nanti dikatakan sebagai intervensi, tetapi saya sering menghubungi menteri keuangan untuk mengetahui situasi terkini,” ungkapnya.
Dalam konteks perekonomian Indonesia, perhatian Presiden Jokowi terhadap penurunan peredaran uang menjadi isu sentral. Beliau menyoroti dampak dari meningkatnya pembelian Surat Berharga Negara (SBN) terhadap ketersediaan uang di sektor riil, mengindikasikan potensi pengurangan investasi di tingkat nyata.
Selain itu, penekanan Jokowi terhadap rendahnya realisasi belanja pemerintah, baik dari segi pusat maupun daerah, menjadi panggilan bagi lembaga-lembaga tersebut untuk mempercepat pengeluaran demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di masa mendatang.