Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) resmi diakui sebagai Geopark pada tahun 2023, menandai pentingnya keanekaragaman hayati dan warisan geologi yang berharga. Keputusan ini menjadi tonggak penting bagi konservasi, edukasi, dan pembangunan ekonomi lokal, memperkuat statusnya sebagai habitat langka bagi badak bercula satu dan satwa endemik lainnya.
Menatap Masa Depan: Keberhasilan dan Potensi Geopark Ujung Kulon
Penetapan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) sebagai Geopark atau Taman Bumi telah disahkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 393.K/GL.01/MEM.G/2023 pada tanggal 10 November 2023.
Taman Nasional Ujung Kulon merupakan habitat bagi beragam satwa endemik dan eksotik Indonesia, di antaranya badak bercula satu, yang hanya ditemui di TNUK.
Deri Dariawan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Banten, menyatakan, “Pengembangan kawasan geopark memiliki fokus pada pelaksanaan fungsi konservasi, edukasi, dan ekonomi yang berkelanjutan,” dalam keterangan resminya pada hari Rabu, tanggal 22 November 2023.
Geopark merujuk pada suatu wilayah geografi yang memiliki warisan geologi dan keanekaragaman geologi yang memiliki nilai tinggi. Di dalamnya mencakup keanekaragaman hayati dan keragaman budaya yang menyatu, dikembangkan melalui tiga pilar utama, yakni konservasi, edukasi, dan pengembangan ekonomi lokal.
Kawasan Geopark Ujung Kulon memiliki warisan geologi yang terkait dengan keanekaragaman hayati (biodiversitas) dan keragaman budaya.
Dalam SK tersebut dijelaskan bahwa berdasarkan penilaian tim verifikasi, Ujung Kulon telah memenuhi persyaratan administratif dan teknis untuk ditetapkan sebagai Geopark.
Pentingnya Dukungan untuk Pembangunan Berkelanjutan Geopark Ujung Kulon
Peta delineasi kawasan Geopark Nasional Ujung Kulon terdiri dari 14 situs warisan geologi (geosite), enam situs keanekaragaman hayati, dan dua situs keragaman budaya (situs budaya).
“Setelah dua tahun, akan dilakukan evaluasi untuk kemungkinan pengajuan sebagai geopark dunia melalui UNESCO Global Geoparks (UGG),” ungkapnya.
Saat ini, terdapat 10 geopark Indonesia yang diakui oleh UNESCO, di antaranya Geopark Batur (2012), Geopark Gunung Sewu (2015), Gunung Rinjani (2018), Geopark Ciletuh (2018), Geopark Belitung (2020), Kaldera Danau Toba (2020), Ijen Geopark, Maros Pangkep Geopark, Merangin Jambi Geopark, dan Raja Ampat Geopark.
Geopark Ujung Kulon menampilkan tema besar jejak Tsunami Krakatau, dengan luas kawasan mencapai 1.245,66 kilometer persegi.
Kawasan ini meliputi delapan Kecamatan di Kabupaten Pandeglang, yaitu Kecamatan Carita, Labuan, Pagelaran, Sukaresmi, Panimbang, Cigeulis, Cimanggu, dan Sumur. Juga termasuk di dalamnya adalah kepulauan kecil di sekitarnya yang masuk dalam wilayah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), seperti Pulau Liwungan, Oar, Handeuleum, Peucang, dan Panaitan.
“Dalam upaya mendukung pembangunan berkelanjutan kawasan Geopark Ujung Kulon, telah ditetapkan beberapa destinasi penting, seperti Pantai Carita, Masjid Al Khusaeni, Lembur Mangrove Patikang, Pulau Liwungan, Sungai Cigenter, dan Mercusuar Tanjung Layar,” paparnya.
Geopark Ujung Kulon: Menjaga Warisan Alam yang Berharga dan Menginspirasi Konservasi Global
Pencapaian ini membuka jalan bagi evaluasi lebih lanjut untuk kemungkinan pengajuan Ujung Kulon sebagai geopark dunia melalui UNESCO. Dengan luas kawasan yang mencapai 1.245,66 kilometer persegi, Geopark Ujung Kulon menawarkan pengalaman berharga dalam jejak Tsunami Krakatau serta keindahan alamnya yang menakjubkan.