Menurut Sri Mulyani, penurunan pembiayaan utang pada tahun 2023 sejalan dengan konsolidasi fiskal dan pemulihan ekonomi nasional. Hal ini didukung oleh tingkat imbal hasil (yield) SBN yang terkendali dan cost of fund yang dapat dijaga dengan efisien di tengah dinamika global dan volatilitas pasar keuangan.
Dampak dan Stabilitas Ekonomi dari Penurunan Utang
Meskipun demikian, Kementerian Keuangan mencatat bahwa utang pemerintah mencapai rekor tertinggi, yaitu Rp8.041,01 triliun per akhir November 2023. Rekor sebelumnya terjadi pada bulan Oktober dengan jumlah Rp7.950,52 triliun.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, menganggap bahwa jumlah utang RI sebesar Rp8.041,01 triliun masih dalam batas yang aman. Menurutnya, untuk menilai efektivitas utang pemerintah, tidak hanya dilihat dari nominalnya tetapi juga dari berbagai indikator lainnya.
Suminto menilai bahwa jika dilihat dari berbagai indikator portofolio utang, kinerja utang Indonesia pada jumlah tersebut lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai contoh, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) per November 2023 sebesar 8,11 persen, mengalami penurunan dari posisi Desember 2022 yang sebesar 39,7 persen. Begitu juga penurunan dari puncak rasio utang GDP pada Desember 2021 yang mencapai 40,7 persen di tengah pandemi.
Selain itu, jika dilihat dari indikator risiko nilai tukar (currency risk), proporsi utang Indonesia dalam valuta asing (valas) juga mengalami penurunan, yakni sebesar 27,5 persen per November 2023.
Dari segi risiko refinancing, rata-rata tenor utang pemerintah mencapai sekitar 8,1 tahun. Dan dalam aspek risiko pasar (market risk), sekitar 82 persen utang pemerintah berada pada suku bunga tetap, sehingga tidak terlalu sensitif terhadap fluktuasi suku bunga di pasar.
Penurunan Penarikan Utang Pemerintah Indonesia Tahun 2023