Pemilu 2024 menjadi sorotan utama di lini masa media sosial, menciptakan pergeseran signifikan dibandingkan dengan pesta demokrasi sebelumnya. Rustika Herlambang, pengamat media sosial, mengungkapkan perubahan dramatis dalam pola keterlibatan masyarakat, yang kini lebih bergantung pada platform seperti TikTok daripada media mainstream. Mari kita telaah bagaimana dinamika ini mempengaruhi percakapan politik online.
Pengamat Media Sosial Ungkap Pergeseran Dominan dari Massa ke Sosial
Kampanye dan pembicaraan mengenai Pemilu 2024 semakin ramai terdengar di berbagai platform media sosial. Menurut Rustika Herlambang, seorang pengamat media sosial, ia menjelaskan perihal keramaian Pemilu di dunia maya tahun ini dibandingkan dengan Pemilu 2014.
Dalam kurun waktu 10 tahun, terjadi perbedaan mencolok dalam penggunaan media sosial. Pada tahun 2014, sentimen masyarakat dapat terlihat dari paparan di berbagai media sosial.
“Yang menarik pada masa itu, tahun 2014, kita hanya melihat paparan media massa. Jika detikcom sering melakukan posting dan sentimen positif, kita cenderung mempercayainya dan menganggap bahwa kandidat tersebut pasti akan menang,” ujar Rustika dalam acara ‘#DemiIndonesia Cerdas Memilih’, yang dikutip dari detik.com, pada Jumat (8/12/2023).
Namun, situasi berbeda terjadi pada tahun ini. Masyarakat tidak lagi hanya mengandalkan media mainstream, tetapi lebih banyak terlibat dalam interaksi di media sosial.
“Pada tahun 2023, saya melihat adanya perubahan di mana orang tidak hanya melihat informasi dari media mainstream, melainkan lebih banyak terlibat dalam interaksi di media sosial. TikTok menjadi sangat dominan,” tambahnya.
TikTok vs. Media Mainstream: Revolusi Interaksi Politik Online
Seperti yang telah diungkapkan, TikTok memiliki tingkat interaksi tertinggi. Platform berbagi video ini mencapai 78 juta interaksi, meskipun jumlah postingannya tidak sebanyak itu.
Meskipun TikTok memiliki jumlah postingan lebih sedikit daripada platform lain, seperti Twitter dan Youtube yang sebelumnya dikenal sebagai X, tetapi tingkat interaksi yang tinggi membuatnya unggul. “TikTok mungkin tidak terlihat banyak dari segi jumlah postingan, hanya sekitar 400.000, namun tingkat interaksinya mencapai 78 juta. Ini merupakan perbandingan yang signifikan,” ungkap Rustika.
Rustika juga membagikan data mengenai situasi lini masa media sosial saat ini yang terkait dengan Pemilu. Dalam satu minggu, terdapat 633 ribu unggahan dengan tingkat interaksi mencapai 4,5 juta.
“Hanya dalam satu minggu, telah ada 633.000 unggahan dengan tingkat interaksi mencapai 4,5 juta terkait dengan pemilihan presiden. Jumlah akun yang men-tweet tentang pemilu mencapai 176.000. Meskipun terlihat sepi, namun sebenarnya banyak yang tertarik dan terlibat,” ujarnya.
Dominasi TikTok dan Pergeseran Paradigma: Pemilu 2024 di Era Media Sosial
Dengan dinamika perubahan yang ditandai oleh pergeseran perhatian masyarakat dari media massa ke media sosial, terutama dominasi TikTok dalam interaksi politik online, dapat disimpulkan bahwa pemilu tahun 2024 menjadi arena pertarungan digital yang berbeda.
Meskipun jumlah postingan TikTok lebih sedikit, tingkat engagement yang mencapai 78 juta menunjukkan kekuatan platform tersebut dalam memengaruhi opini publik. Twitter dan Youtube, yang sebelumnya dominan, kini harus berbagi panggung dengan TikTok yang menyita perhatian.
Dalam seminggu, 633 ribu unggahan terkait pemilu dengan 4,5 juta interaksi menunjukkan antusiasme yang tersembunyi di balik keheningan lini masa. Dengan melihat pergeseran ini, tantangan baru muncul dalam mencerna informasi politik, dan keterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi semakin dipengaruhi oleh algoritma dan konten yang viral.
Platform media sosial menjadi panggung utama di mana narasi politik dibentuk dan diperebutkan, meresapi setiap celah dalam ruang digital dengan kekuatan pesan yang tak terbendung.