Dampak pemanasan global di Korea Selatan tidak hanya berdampak pada suhu yang semakin meningkat, tetapi juga mengubah lanskap budidaya buah-buahan di negara ini. Apel, anggur, dan pir terancam menghilang, sementara buah-buahan tropis seperti mangga dan markisa semakin populer. Inilah tantangan serius yang dihadapi petani dan peluang baru dalam pertanian Korea Selatan.
Apel, Anggur, dan Pir Terancam Punah di Korea Selatan
Perubahan Iklim: Dampak Terhadap Produksi Buah di Korea Selatan
Bencana iklim bukan sekadar isapan jempol belaka. Banyak penelitian yang mengungkap bahwa suhu Bumi terus meningkat. Dampak dari pemanasan global ini sangat terasa dalam dunia pertanian, terutama dalam budidaya buah-buahan musiman yang semakin sulit dilakukan.
Bukanlah hal yang mustahil bahwa beberapa jenis buah-buahan akan menghilang dari pemandangan kita.
Sebuah laporan dari The Korea Herald menyebutkan bahwa Korea Selatan menghadapi ancaman kehilangan beberapa jenis buah-buahan akibat pemanasan global, termasuk apel, anggur, dan pir. Di sisi lain, buah-buahan tropis seperti mangga dan markisa justru akan menjadi lebih populer di negara ini.
Peneliti senior dari Research Institute of Climate Change and Agriculture, Han Hyun-hee, mengingatkan kita bahwa perubahan ini mungkin tidak terlihat secara langsung saat ini. Namun, kita akan melihat perubahan besar dalam budidaya buah-buahan di masa depan, termasuk perubahan pada buah-buahan musiman.
Menurut laporan terbaru dari Research Institute of Climate Change and Agriculture, apel adalah buah yang paling terdampak oleh pemanasan global. Diperkirakan bahwa pada tahun 2070, sebagian besar area di Korea Selatan yang cocok untuk menanam apel akan lenyap, kecuali beberapa wilayah di Provinsi Gangwon yang terletak di bagian utara negara ini.
Dulu, kita tidak akan berpikir untuk menanam apel di Provinsi Gangwon, tetapi sekarang sudah ada petani yang berani melakukannya. Pada tahun 1980-an, sebagian besar apel ditanam di wilayah Daegu dan sekitarnya. Namun, sekarang ladang-ladang apel terbesar berpindah ke daerah-daerah dengan garis lintang lebih tinggi seperti Cheongsong, Andong, Yeongju di Provinsi Gyeongsang Utara, serta Chungju di Provinsi Chungcheong Utara.
Tidak hanya apel, budidaya jeruk Hallabong asli Jeju juga mengalami perubahan lokasi dan saat ini diproduksi di Naju, Provinsi Jeolla Selatan; Jeongeup, Provinsi Jeolla Utara; dan Chungju, Provinsi Chungcheong Utara.
Para peneliti mengungkapkan bahwa ketika suhu rata-rata naik sekitar 1 derajat Celsius, lokasi yang sesuai untuk pertanian bergeser sejauh 81 kilometer ke utara sepanjang garis lintang dan 154 meter lebih tinggi dari permukaan laut.
Tren peningkatan suhu di Korea Selatan juga sangat mencemaskan. Antara tahun 2013 hingga 2022, suhu rata-rata di Korea Selatan naik sekitar 0,6 derajat Celsius menjadi 24,3 derajat Celsius. Sebelumnya, pada tahun 1991 hingga 2000, suhu rata-rata adalah 23,7 derajat Celsius.
Perubahan suhu ini telah mengakibatkan pergeseran sejauh 48,6 kilometer ke utara dalam budidaya tanaman.
Buah-Buahan Tropis Menguasai Pertanian: Transformasi Petani Selatan Korea
Menurut laporan yang sama, daerah subtropis yang mencakup sekitar 6 persen dari total luas tanah Korea Selatan diproyeksikan akan meningkat menjadi sekitar 55,9 persen pada tahun 2050.
Selain itu, budidaya buah-buahan musiman seperti pir, persik, dan anggur juga akan menyusut. Pada tahun 2090, diprediksi bahwa persik dan pir tidak akan dapat tumbuh di sebagian besar tempat, kecuali beberapa daerah di Provinsi Gangwon. Lokasi yang cocok untuk budidaya anggur berkualitas juga akan semakin terbatas mulai tahun 2070.
Para peneliti berusaha untuk mengembangkan buah-buahan yang lebih tahan terhadap suhu tinggi, namun ada batasnya dalam perbaikan sifat-sifat tanaman buah. Pada akhirnya, petani harus beradaptasi dan mengubah tanaman yang mereka budidayakan.
Seiring dengan pemanasan global, semakin banyak petani yang beralih ke budidaya buah-buahan tropis. Di Jeju, bagian paling selatan Korea Selatan, petani mulai menanam buah-buahan tropis seperti markisa, buah naga, dan pisang.
Tanaman tropis lainnya seperti pepaya dan ceri juga mulai dibudidayakan di Provinsi Jeolla Selatan dan Gyeongsang Selatan.
Meskipun masih perlu ditanam di rumah kaca, buah-buahan tropis semakin diminati oleh petani karena biaya menjaga suhu yang lebih rendah lebih terjangkau. Menurut laporan institut penelitian, jumlah petani yang menanam buah-buahan tropis di Korea Selatan mencapai 556 pada tahun 2021, meningkat 50 persen dibandingkan dengan tahun 2017.
Luas lahan yang digunakan untuk budidaya buah-buahan tropis juga meningkat sebanyak 70 persen, mencapai 186,8 hektar dari 109,4 hektar pada tahun 2017.
Mangga adalah buah tropis yang paling banyak dibudidayakan dengan luas 76,8 hektar pada tahun 2021, diikuti oleh markisa dengan 34,6 hektar, dan pisang dengan 21,2 hektar.
Pemanasan Global dan Masa Depan Buah-Buahan di Korea Selatan: Tantangan dan Peluang
Seiring dengan pemanasan global yang semakin nyata, semakin banyak petani yang beralih ke budidaya buah-buahan tropis yang lebih tahan suhu tinggi. Mangga menjadi bintang utama dengan penanaman yang semakin meluas, diikuti oleh markisa dan pisang.
Jumlah petani yang menanam buah-buahan tropis meningkat pesat, menunjukkan adaptasi yang diperlukan dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan demikian, petani Korea Selatan sedang menjalani transformasi dalam mencari peluang baru di dunia pertanian yang dipengaruhi oleh perubahan iklim global.