Jakarta, Memo |
Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 03/2021 dinilai merugikan kepentingan rakyat, terutama UKM dan industri makanan minum (mamin) di Jawa Timur (Jatim) yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj. Menurutnya, Permenperin 03/2021 yang saat ini menjadi polemik, bertolak dari kondisi yang tidak sesuai dengan kenyataan di Jawa Timur.
Peraturan tersebut merugikan semua pihak karena bahan baku gula rafinasi yang menjadi jantung produksi UKM dan industri mamin di Jawa Timur harus diambil dari luar Jawa Timur.
“Peraturan menteri itu harus ditata ulang, harus objektif, dan tidak merugikan semua pihak. Gula rafinasinya ada, tetapi harus diambil di Banten, Makassar, Cilacap, Lampung. Peraturan ini belum matching dengan kenyataan yang ada,” ujar saat menerima kunjungan Ketua Asosiasi Entrepreneur Indonesia (APEI) Muhammad Zakki dan Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIPGR) Dwiatmoko Setiono di Kantor PB NU di Jakarta, Jumat (30/4/2021).
Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka penyampaian aspirasi masyarakat Jawa Timur, khususnya UKM dan IKM yang berbasis pesantren serta industri mamin di Jawa Timur.
Penyampaian aspirasi ini dilakukan karena UKM dan industri mamin tidak dapat beroperasi secara efisien akibat bahan baku gula rafinasi yang mahal, diperoleh dari luar Jawa Timur dengan kualitas yang lebih rendah.
Said Aqil mengatakan, importir gula harus melihat kepentingan rakyat, terutama di Jawa Timur. Pengusaha wajar untuk mencari keuntungan, namun jangan sampai merugikan rakyat. “Kartel adalah monopoli yang merugikan rakyat. Boleh ada keuntungan tetapi jangan sampai mencekik rakyat, jadi harus ditata ulang supaya tidak terjadi hal seperti ini,” tegas dia.
Dwiatmoko mengatakan, pemerintah seharusnya berpihak pada masyarakat dan industri berbasis gula rafinasi dengan menyediakan