Jakarta, Memo
Vaksin Sinovac dari China sudah datang ke Indonesia dan siap disuntikkan ke jutaan penduduk Indonesia, tiba tiba Pengurus PBNU mengaku velum mengeluarkan fatwa dan keputusan apakah vaksin itu halal atau haram. Sementara itu, KH Makruf Amin menyatakan bahwa halal atau tidak, vaksin itu boleh digunakan.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Bahsul Masail, pernah melakukan pengakajian terhadap kehalalan vaksin Sinovac. Namun, hingga sekarang PBNU belum bisa memutuskan apakah vaksin itu haram atau halal. Atau diperbolehkan dengan ketentuan ketentuan tertentu. Untuk bisa menentukan halal dan haram, harus melihat dari dekat fisik vaksin Sibovac.
” Sudah dua bulan lalu, PBNU juga sudah mengkaji sebanyak dua kali terkait kehalalan vaksin, namun, dua kali juga dari Bio Farma tidak bisa memberikan komponen bahan vaksin itu. Karena belum tahu komponen vaksin, otomatis tidak bisa memutuskan. Apa yang dipiutuskan,” kata Sarmidi dalam Diskusi Kehalalan dan keamanan Vaksin Covid-19, Selasa (5/1/2020).
Ketika ditanya, mengapa PBNU tidak meninjau langsung ke lavoratorium China. Sarmidi beralasan karena waktu yang harus dibutuhkan meninjaulangsung ke laboratorium di China cukup lama. Mengingat persyaratan waktu itu berdasar standart protokol kesehatan yang diutentukan dunia.
Dua Penyebab PBNU Belum Menghalalkan Vaksin
1. Butuh Eaktu Lama ke Laboratorium China
Pertama, untuk bisa menentukan dan memutuskan vaksin itu halal atai tidak, harus melihat langsung komponen apa saja yang diramu dalam bentuk vaksin, khususnya vaksin Sibovac dari China. Untuk mengetahui kompoten bahan campuran vaksin, pihak PBNU sudah meminta ke Bio Farma, namun belum bisa diberi tahu.
Pihak Bio Farma belum berhasil menunjukkan komponen yang ada dalam vaksin yang diproduksi oleh China tersebut. Komponen tersebut, bagi PBNU sngat penting, karena menentukan halal tidaknya vaksin itu disuntikkan ke tubuh manusia. PBNU berkepentingan karena melalui Lembaga Bahsul Masail NU membahas untuk menentukan kehalalan vaksin Sinovac.
Pihak PBNU sudah koordinasi dengan pihak pihak terkait tentang cara mengetahui dan menyaksikan langsung apa saja komponen yang digunakan China dalam memproduksi vaksin. Dari korrdinasi itu, diperoleh keterangan bahwa rombongan PBNU diharuskan melakukan karantina selama 28 hari. 14 hari setelah tiba di China dan 14 hari setelah kembali ke Indonesia.
“Nanti kalau ke sana, 14 hari di karantina, 5 hari kerja, kemudian dikarantina lagi 14 hari. Waktunya habis dikarantina. Jadi para kiai pada tidak mau berangkat,” kata Sarmidi.
2. PBNU Sepakat Tidak Barangkat ke China Karena Statemen KH Makruf Amin
Alasan PBNU sepakat tidak berangkat ke China dikarenakan pernyataan Wakil Presiden RI sekaligus tokoh ulama senior NU, Ma’ruf Amin yang pernah membuat pernyataan, halal atau tidak vaksin Covid-19, kaum muslim tetap diperbolehkan untuk disuntik karena pandemic Covid-19 ini merupakan keadaan darurat yang telah menelan banyak korban jiwa.
“Pertimbangan PBNU untuk tidak ke China karena Pak Kiai Wapres sendiri sudah mengeluarkan statement yaitu, walaupun vaksin tidak halal, tetap boleh digunakan dalam keadaan darurat,” katanya.
3. Sudahlah, Jangan Permasalahkan Lagi
Statemen lewat media dari KH Makruf Amin yang juga Wakil Presiden RI itu, dianggap selesai. Halal atau haram kandungan vaksin, boleh digunakan dan disunti9kkan ke tubuh manusia. Pernyataan yang keluar dari mulut Wakil Presiden RI itu sangat penting untuk ditegaskan kembali untuk meyakinkan ormas islam lainnya agar tidak mempermasalahkan kehalalan vaksin.
“Statement kiai Wapres ini sangat penting ya saya kira bagi ormas-ormas Islam, terutama NU agar tidak lagi permasalahkan halal haramnya. Meskipun tidak halal namun dalam keadaan darurat, tetap boleh digunakan,” kata Sarmidi.
Karena itulah, PBNU mengajak semua ormas islam membantu pemerintah dalam membuat kajian, bagaimana caranya agar vaksin yang memiliki kandungan tidak halal tetap bisa digunakan oleh masyarakat demi kebaikan bersama. Mengingat Covid-19 sangat mematikan dan butuh waktu lama untuk mengembangkan vaksin Covid-19.
“Misalnya, ternyata ada unsur tidak halal di vaksin itu atau Komisi Fatwa MUI memutuskan tidak halal, lalu bagaimana ormas Islam melakukan kajian supaya tetap boleh menggunakan vaksin tidak halal, sebagai upaya menolak bahaya Covid-19 di masyarakat,” ujarnya. ( ed )