Memo.co.id- ( Nganjuk )Program Kementerian Perumahan Rakyat Republik Indonesia ( Kemenpera ) tahun 2015 lalu yang mengalir ke daerah lewat program bedah rumah di desa-desa dimanfaatkan oleh beberapa lembaga untuk melakukan pemerasan. Modusnya, menakut-nakuti Kepala Desa yang mendapat kucuran dana tersebut.
Tentu saja itu hanya sebagian lembaga yang tidak professional yang melakukan. Di Nganjuk, ada beberapa lembaga ormas dan LSM yang tidak melakukan seperti hal tersebut. Sehingga, perbuatan yang sedikit menyimpang itu mencoreng nama baik lembaga atau ormas yang ada di Nganjuk.
“ Lembaga atau ormas yang melakukan tindakan menyimpang dari AD-ART serta tidak sesuai dengan kultur Nganjuk dan melakukan pemerasan misalnya, itu sama halnya mencoreng lembaga yang lain, “ ujar Totok Budi Hartono, SH, MH, Ketua Kelompok Studi & Pemantau Demokratisasi ( KSPD ) Nganjuk, pada Rabu ( 6/1 ) sore.
Jika tindakan itu dinilai mengarah ke tindak pidana pemerasan atau yang lain, bisa langsung dilaporkan ke polisi. Kasus tersebut bisa dijerat pasal 368 KUHP. “ Kami dan teman-teman LSM yang lain siap membantu. Sebab, demi keadilan untuk membersihkan praktik-praktik menyimpang yang terjadi pada pihak ormas atau lembaga, “ paparnya.
Totok Budi Hartono, SH, MH, ketua KSPD Nganjuk
Korban dari tindakan menyimpang itu adalah Iskak, Kepala Desa Banggle, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk. Ia mengaku didatangi seseorang yang mengatasnamakan LPPNRI ( tidak jelas singkatan apa. Sebab di kantor Kesbangpolinmas Nganjuk tidak ada nama tersebut, red ). “ Saya diminta untuk menyediakan dana, semula Rp 20 juta. Tapi setelah saya kasih Rp 10 juta, mereka diam dan pulang, “ ujar Iskak terpaksa.
Sebagai bukti pembayaran, kami hanya diberi sesobek kertas dengan tulisan tangan yang ditandatangani oleh Choirul B. “ Dia anggota LPPNRI Nganjuk yang rumahnya Jombang, “ tutur Iskak lugu. Saat wawancara, Iskak didampingi Alfian, konsultan dari Kementerian Perumahan Rakyat Republik Indonesia ( Kemenpera ) Bidang Bedah Rumah Daerah Nganjuk.
Dalam kaitannya bedah rumah sesuai Peraturan Kemenpera Nomor 14 tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan bantuan stimulan perumahan swadaya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tidak ada aturan dan pos anggaran untuk lembaga apapun.
“ Apalagi dengan LPPNRI ataupun yang lain. Jika ada, itupun telah dikonsep sejak awal oleh Dinas PU Cipta Karya dan difokuskan ke bidang lain. Misalnya di Humas Pemkab Nganjuk untuk yang media. Sedang LSM atau yang lain telah diurus oleh Kesbangpolinmas, “ ungkap Alfian.
Sementara itu, Choirul B, Ketua LPPNRI Nganjuk yang berkantor pusat di Sidoarjo, setelah menerima uang Rp 10 juta saat dikonfirmasi mengakui bahwa uang Rp 10 juta tersebut sebagai uang partisipasi dari Kades Banggle dengan kantor LPPNRI. “ Memang lembaga kami belum member kwitansi resmi atasnama LPPNRI,” ujarnya. Namun dengan jujur, Choirul mengakui bahwa uang itu sekarang telah habis untuk keperluan operasional kantor LPPNRI dan sebagaian untuk nyanyi di café. ( Teguh Budi Prayitno )