Penetapan Muller Bersaudara sebagai tersangka dalam sengketa tanah Dago Elos, Kota Bandung, mengguncang perkembangan kasus yang telah berlangsung sejak 2016. Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller resmi dijadikan tersangka oleh Polda Jabar atas dugaan pemalsuan surat terkait kepemilikan tanah yang dipertentangkan. Inilah kronologi panjang konflik tanah ini dan respons tegas dari warga Dago Elos.
Konflik Tanah Dago Elos dan Respons Warga
Sengketa lahan antara Muller bersaudara dan penduduk Dago Elos, Kota Bandung, Jawa Barat, kini masuk ke tahap selanjutnya. Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller, anggota dari keluarga Muller, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam permasalahan tanah di Dago Elos, Kota Bandung.
Permasalahan tersebut berawal pada tahun 2016 ketika keluarga Muller, terdiri dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustandi Muller, dan Pipin Supendi Muller, mengklaim bahwa tanah yang didiami oleh warga Dago Elos adalah milik mereka.
Mereka mengklaim sebagai keturunan dari Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller, kerabat Ratu Wilhelmina Belanda, yang memiliki tugas di Indonesia. Muller bersaudara mencoba menguasai tanah yang mereka klaim sebagai milik leluhur mereka.
Tanah yang disengketakan terletak di ujung utara Jalan Terusan Ir H Djuanda (Dago), yang merupakan akses penting dari pusat Kota Bandung ke Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Berdasarkan informasi dari Tim Advokasi Dago Elos, keluarga Muller mengurus Surat Pernyataan Ahli Waris (PAW) di Pengadilan Agama (PA) Cimahi pada tahun 2014. Pengadilan kemudian menetapkan mereka sebagai ahli waris dengan surat penetapan nomor 687/pdt.p/2013, yang menjadi dasar hukum bagi Muller bersaudara sebagai keturunan Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller.
Dengan mengacu pada eigendom verponding (sertifikat tanah zaman kolonial Belanda), mereka mengklaim tanah seluas 6,3 hektar di Dago Elos. Tanah tersebut terdiri dari tiga verponding: nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.780 meter persegi.