Blitar, Memo
Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID) Kabupaten Blitar menjadi sorotan miring. Pasalnya, diduga selama ini menjadi pembisik Bupati Blitar Rini Syarifah, dalam mempengaruhi kebijakan proyek di Pemkab Blitar. Bahkan isu terbaru, ketuanya telah memanggil beberapa Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Blitar.
Bahkan, mereka mengaku diintervensi, oleh “orangnya bupati”. Selain mengintervensi, tentunya menekan agar para kepala OPD tunduk kepada TP2ID. Hal inilah membuat resah para kepala OPD
“Mereka dipanggil dan sebagian merasa teritimadasi. Diitimidasinya terkait apa, ya sampeyan sudah tau lah,” ujar seorang Kepala OPD yang tak mau disebutkan namanya.
Hal ini pun semakin menambah daftar kontroversi tentang TP2ID. Diketahui, dari awal pembentukannya, banyak pihak yang menilai TP2ID hanya membuang-buang anggaran Pemkab Blitar, hingga tudingan melakukan dugaan praktik monopoli pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemkab Blitar. Bahkan, Sadewo, seorang pemerhati kebijakan publik asal Blitar pun juga membenarkan adanya isu pemanggilan tersebut
”Ya benar, saya juga dengar dari beberapa kawan-kawan OPD, dan saya pastikan orangnya dapat dipercaya. Kita tau semua, itu para Kepala OPD di panggil bahas apa, itu jadi rahasia umum lah. Lha wong baru saja disetujui oleh dewan, kok sudah dipanggil-panggil. Bahkan, saya dengar sampai ada yang merasa diitimidasi dan sebagainya. Sekarang kalau sampeyan tanya ke para Kepala OPD itu, ya pasti gak mungkin ada yang berani ngaku,” ujar Sadewo.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, Sugianto turut berkomentar . Menurutnya, sudah sejak lama sebagian besar anggota dewan meminta bupati untuk membubarkan TP2ID, karena dianggap minim fungsi dan hanya membuang-buang anggaran Pemkab Blitar.
“Sejak lama kami minta dibubarkan saja itu (TP2ID). Dalam paripurna pandangan umum dulu, Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (Fraksi-GPN) sudah minta untuk dibubarkan. Tapi, dulu jawaban Bupati kan katanya masih ada prestasinya. Nyatanya sekarang malah Kabag Marketing BPR HAS juga ikut ditahan, itu dulu masuk dalam jawaban Bupati soal TP2ID. Apalagi, kalau sampai betul manggil-manggil kepala dinas, itu gak boleh, bukan tupoksinya,” ujar Sugianto
Politisi Partai Gerindra ini pun mengaku akan menindaklanjuti dugaan intervensi ini. Dia menyebut DPRD akan menyikapi serius hal tersebut dan akan menjadi pembahasan dalam rapat-rapat dewan nantinya. “Ini masalah serius, persoalan ini akan jadi pembahasan di rapat-rapat dewan nanti. Karena untuk apa kalau benar memanggil para kepala dinas, malah buat resah saja, saya tekankan itu tidak diperbolehkan,” tegasnya.
Sebagai informasi, seruan pembubaran TP2ID telah lama disampaikan masyarakat Kabupaten Blitar, baik dalam beberapa aksi unjuk rasa seperti yang dilakukan LSM GPI, maupun melalui forum jejak pendapat yang difasilitasi DPRD Kabupaten Blitar. Bahkan, DPRD Kabupaten Blitar melalui Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (Fraksi-GPN) mendesak Bupati Blitar Rini Syarifah membubarkan TP2ID yang keberadaanya kurang bermanfaat dan terindikasi memboroskan anggaran saja, pada rapat paripurna tahun 2022 lalu.
“Di DPRD sendiri pun yang meminta itu dibubarkan itu sebagian besar lho ya, bukan beberapa saja. Makanya sekali lagi, dibubarkan saja, daripada hanya menghambur-hamburkan anggaran,” imbuhnya.
Terpisah, Ketua TP2ID Kabupaten Blitar, Sigit Purnomo Hadi membantah adanya kabar miring tersebut. Dirinya menjelaskan, TP2ID bertugas langsung kepada Bupati Blitar dan tidak memiliki wewenang untuk memberikan instruksi pada OPD.
”Seperti di banyak daerah, TP2ID fungsinya membantu pemikiran pada Ibu Bupati dalam menjalankan visi-misi beliau. Jadi, kami tidak berhubungan dengan dinas, dalam artian TP2ID tidak bisa masuk ke ranah dinas-dinas, apa lagi untuk memberi instruksi atau segala macamnya. Misal, kalau kami memanggil Dinas PUPR, hubungannya apa? Lha yo ndak bisa saya nyuruh PUPR, saya tidak berkuasa atas rotasi atau mutasi, saya juga tidak berkuasa atas anggaran,” ungkap Sigit saat ditemui di Pendopo Agung Ronggo Hadinegoro Kabupaten Blitar.
Sekaligus, dirinya pun menjawab beberapa kritikan masyarakat pada TP2ID, yang selama ini beredar di publik. Salah satunya tentang seruan pembubaran TP2ID, karena dinilai tak diperlukan dan hanya membuang-buang anggaran Pemkab Blitar. Ia pun juga membantah isu TP2ID yang mampu mengontrol kebijakan pengadaan barang dan jasa.
“Untuk pembubaran itu murni hak prerogatif bupati. Kami hanya bisa dinilai, dalam tanda kutip kan oleh bupati, apakah kami itu membantu beliau atau tidak. Kalau dianggap menghamburkan anggaran, gaji kami hanya Rp 750 ribu dan untuk ketua Rp 1 Juta Rupiah per bulan, tanpa fasilitas apapun, itu pun tidak diambil. Kami hanya menjalankan dawuh dari guru-guru kami,” jelas Sigit.
“Kalau yang namanya isu, saya kan tidak bisa mencegah, itu hak mereka menampaikan pendapat. Monggo di cek saja, pernahkah kami terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Secara sistem juga menurut saya Kabupaten Blitar telah melakukan perubahan sistem pengadaan barang dan jasa yang luar biasa, itu diakui dan diapresiasi oleh Pemerintah Pusat,” sambungnya.
Sebagai informasi, seruan pembubaran TP2ID telah lama disampaikan masyarakat Kabupaten Blitar, baik dalam beberapa aksi unjuk rasa seperti yang dilakukan LSM GPI, maupun melalui forum jejak pendpat yang difasilitasi DPRD Kabupaten Blitar. Bahkan, DPRD Kabupaten Blitar melalui Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (Fraksi-GPN) mendesak Bupati Blitar Rini Syarifah membubarkan TP2ID yang keberadaanya kurang bermanfaat dan terindikasi memboroskan anggaran saja, pada rapat paripurna tahun 2022 lalu. (pra)