Kasus ini berkaitan sangkaan suap pengurusan kasus perdata berbentuk kasasi di MA atas keputusan bangkrut Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Permintaan kasasi itu berawal daripada proses persidangan pada tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Heryanto dan Eko belum senang dengan keputusan pada dua cakupan pengadilan itu hingga meneruskan usaha hukum kasasi pada MA. Pada 2022, dilaksanakan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan Dwi dengan masih mempercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum.
Karyawan MA yang siap dan bermufakat dengan Yosep dan Eko yakni Desy Yustria dengan pemberian beberapa uang. Desy seterusnya ikut ajak PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie dan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu untuk ikut jadi penyambung penyerahan uang ke majelis hakim.
Desy dkk diperhitungkan sebagai representasi Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk terima uang dari beberapa pihak yang mengurusi kasus di MA.
Jumlahnya uang yang diberikan secara tunai oleh Yosep dan Eko ke Desy sebesar SGD 202.000 atau sebesar Rp 2,2 miliar. Selanjutnya oleh Desy Yustria membagikan kembali, dengan pembagian, Desy terima sekitaran 250 juta, Muhajir Habibie terima sekitaran Rp 850 juta, Elly Tri Pangestu terima sekitaran Rp 100 juta dan Sudrajad terima sekitaran Rp 800 juta yang akseptasinya lewat Elly Tri.
Dengan penyerahan uang itu, keputusan yang diharap Yosep dan Eko tentunya diwujudkan dengan memperkuat keputusan kasasi yang awalnya mengatakan koperasi taruh pinjam Intidana pailit.
Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi didugakan menyalahi Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dan Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Redi, dan Albasri sebagai yang menerima suap didugakan menyalahi Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.