Kontroversi Uji Emisi Jakarta: Karman Mustamin Bongkar Kegagalan Mendasar

Kontroversi Uji Emisi Jakarta: Karman Mustamin Bongkar Kegagalan Mendasar

MEMO,Jakarta:  Kontroversi seputar uji emisi kendaraan di Jakarta mencuat ke permukaan ketika pemerhati transportasi, Karman Mustamin, mengungkapkan keraguan terhadap efektivitasnya.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Pro 3 RRI, Karman menjelaskan bahwa masalah utamanya adalah kendaraan berkomposisi tinggi yang menggunakan bahan bakar minyak beroktan 88.

Bacaan Lainnya

Ini memunculkan pertanyaan penting tentang dampaknya terhadap tingkat polusi udara di ibu kota.

Kendaraan Berkompresi Tinggi di Jakarta: Alasan Utama Polusi

Menurut Karman Mustamin, seorang pemerhati transportasi, uji emisi kendaraan di Jakarta dianggap tidak efektif.

Ia berpendapat bahwa kendaraan yang digunakan oleh penduduk Jakarta rata-rata memiliki tingkat kompresi yang tinggi dan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan oktan 88.

Solusi Baru? Revolusi Uji Emisi Kendaraan dalam RUU Lalu Lintas

“Ini jelas tidak akan efektif. Kendaraan modern dengan kompresi tinggi yang menggunakan BBM rendah akan menghasilkan emisi gas buang yang sangat beracun,” kata Karman dalam wawancara dengan Pro 3 RRI pada Jumat (1/9/2023).

Menurutnya, solusi seharusnya adalah memperbaiki sektor hulu, yaitu dengan merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Salah satu perubahan yang bisa dilakukan adalah memasukkan klausul uji emisi ketika penduduk mengurus pajak kendaraan. Jika hasil uji emisi rendah, mereka bisa mendapatkan insentif sebagai bentuk kontribusi mereka dalam mengurangi polusi.

Karman juga merasa bahwa memberikan tilang kepada kendaraan yang tidak lulus uji emisi di jalan tidak adil. “Menurut saya, ini tidak adil,” ucapnya. Karman, yang juga merupakan pendiri Smart Driving Indonesia (SDI), berpendapat bahwa pendekatan yang lebih baik adalah dengan memperbaiki sistem uji emisi sejak awal.

Di sisi lain, Karman mengapresiasi upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengurangi polusi udara dengan menerapkan kebijakan “work from home.” Namun, ia juga mengatakan bahwa kebijakan tersebut tidak sepenuhnya efektif, karena pada saat yang sama, masih ada kendaraan bermotor yang beroperasi dan menghasilkan emisi gas buang.

Pos terkait