MEMO – Apry Adi Saputra, seorang lulusan Fakultas Teknik UNY dari program studi Teknologi Informasi, berhasil meraih IPK tertinggi dengan angka 3,99 dalam waktu 3 tahun 4 bulan. Ia menjadi salah satu wisudawan terbaik di universitas tersebut, sebuah prestasi luar biasa yang tak hanya membanggakan dirinya, tetapi juga keluarganya.
Namun, perjalanan Apry menuju kesuksesan bukanlah hal yang mudah. Sebagai anak buruh tani yang lahir di Sleman pada 11 April 2001, ia sempat merasa terpojok dan ragu untuk melanjutkan pendidikan setelah menyelesaikan SMK. Di tengah pandangan banyak orang yang menganggap masa depan anak buruh tani sudah pasti bekerja di ladang, Apry memiliki impian berbeda, yaitu mengejar ilmu dan kesempatan di dunia pendidikan, bukan sekadar mengandalkan cangkul dan tenaga fisik.
Sebagai anak pertama dari pasangan Bambang Prasetyo, seorang buruh tani, dan Sarmiyati, seorang ibu rumah tangga, Apry memutuskan untuk melanjutkan kuliah di UNY melalui jalur mandiri prestasi talent scouting. Selain itu, ia juga mengajukan beasiswa KIP-K untuk meringankan biaya kuliah. KIP Kuliah adalah bantuan biaya pendidikan yang disediakan pemerintah untuk mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
Namun, impian itu sempat terancam ketika pengumuman KIP-K menyatakan bahwa Apry tidak lolos. “Saat itu dunia rasanya runtuh, dan saya merasa berada di persimpangan penuh ketidakpastian,” ujar Apry mengenang momen tersebut. Tapi, berkat dorongan dan semangat dari ibunya, Apry tidak menyerah. Kata-kata ibunya menjadi titik balik bagi dirinya, dan ia pun menetapkan target tinggi untuk menjadi lulus terbaik dari Fakultas Teknik.
Perjuangan Apry dimulai di masa pandemi, dengan sistem perkuliahan daring yang penuh tantangan. Di sela-sela kuliah, ia bekerja sebagai barista dan sales di sebuah mall di Yogyakarta untuk membantu orang tua. Tak hanya itu, Apry juga aktif mengikuti kompetisi nasional di bidang inovasi teknologi dan karya tulis ilmiah.