MEMO
RUU PPSK Dinilai Perjelas Pengawasan Koperasi di Sektor Jasa Keuangan. Melalui Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK), Pemerintah dan DPR RI menyepakati untuk memberikan kewenangan bagi OJK dalam melakukan pengaturan dan pengawasan bagi koperasi yang berkegiatan di sektor jasa keuangan.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin menilai ketentuan ini semakin
memperjelas pengawasan kegiatan koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan.
“Fraksi Partai Golkar mengapresiasi kesepakatan panja RUU PPSK yang mampu menempatkan koperasi pada proporsi yang
sebenarnya, yaitu dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota. Sehingga koperasi bisa didudukkan kembali kepada fungsi yang sebenarnya.”
“Untuk itu, Fraksi Partai Golkar sepakat bahwa pengawasan OJK hanya diperuntukkan bagi koperasi yang melakukan
penghimpunan dana masyarakat di luar anggota,” ujar Puteri.
Sebagai informasi, sejatinya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) digerakkan hanya untuk melayani anggotanya saja atau dikenal sebagai sistem tertutup (close loop). Namun dalam praktiknya, berkembang pula KSP yang terbuka karena menghimpun dana di luar anggotanya.
Bahkan, melakukan layanan jasa keuangan di luar usaha simpan pinjam seperti usaha perbankan, usaha asuransi. Koperasi
seperti ini kemudian disebut dengan sistem terbuka (open loop).
“RUU ini tetap jaga identitas koperasi. Justru RUU Ini jadi momentum untuk pemurnian KSP. Mana yang diawasi oleh
Kementerian Koperasi dan UKM mana yang diawasi oleh OJK. Ketika ada KSP yang memperluas layanan ke selain anggotanya,
nanti perlakuan pengawasannya seperti industri jasa keuangan yang diawasi OJK. Jadi, tidak semua KSP yang akan diawasi OJK,” urai Puteri.
Dalam RUU ini menjelaskan bahwa Kementerian Koperasi dan UKM dengan dibantu pemerintah daerah nantinya akan
mengidentifikasi dan melakukan penilaian terhadap koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan selama 2 (dua) tahun.
Setelah itu, Kemenkop UKM akan menyerahkan daftar koperasi tersebut kepada OJK untuk ditindaklanjuti.
“Ini tentu untuk menjamin perlindungan nasabah. Kita punya pengalaman kasus koperasi skala besar yang memberikan layanan simpan pinjam dan mengalami gagal bayar sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabah. Makanya, peran OJK ini diperlukan dalam hal perizinan, pengaturan, dan pengawasannya bagi koperasi yang berkegiatan di sektor jasa keuangan,” ungkap Puteri.
Lebih lanjut, Puteri berpesan agar nantinya Kemenkop UKM bisa melakukan penilaian secara teliti dan objektif berdasarkan kriteria yang jelas dan terukur.
“Proses identifikasi ini menjadi penting untuk membagi koperasi mana saja yang open loop dan close loop. Karena nantinya akan menjadi landasan perlakuannya. Apakah di bawah pengawasan Kemenkop UKM atau OJK. Karenanya, penilaian ini harus dilakukan secara kredibel dan sesuai fakta di lapangan,” tutup Puteri.