“Pada 2012 lalu, MABIMS bersepakat mengkaji ulang kriteria MABIMS yaitu ketinggian hilal 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan lebih dari 8 jam. MABIMS juga bersepakat penetapan awal bulan hijriah tidak hanya melihat aspek saintifik, tetapi perlu melihat aspek syariah, sosiologis, dan psikologis,” kata Ismail.
Setelah itu, imbuhnya, pada 2016 Menteri Agama anggota MABIMS menyepakati untuk menggunakan kriteria baru yaitu tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. “Kriteria ini disepakati untuk digunakan pada 2018 lalu, tapi kesepakatan itu urung digunakan sampai 2021 kemarin,” ujar Ismail.
Pada tahun 2021, komitmen tersebut kemudian disepakati bersama dengan penandatanganan surat bersama ad referendum terkait penggunaan kriteria baru MABIMS di Indonesia pada 2022. “Kita harus mulai, karena kalau tidak dimulai, kapan lagi? Kalau kita undur-undur lagi, itu hanya mengundur pedoman untuk umat. Kita tidak mungkin menunggu kesepakatan seluruhnya,” tegasnya.
Ismail mengatakan penerapan kriteria baru MABIMS akan berdampak pada perubahan awal bulan hijriah. “Itu akan ada perubahan yang diprediksikan terjadi pada Ramadan, Zulhijah, dan Safar tahun ini. Kita akan ubah sesuai dengan kriteria baru, kemudian sosialisasikan kepada masyarakat dan membuat surat edaran yang akan diberikan kepada ormas-ormas Islam,” kata Ismail.