Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, pasangan calon presiden dan wakil presiden, memperjuangkan janji makan siang gratis dalam kampanye Pilpres 2024, menjangkau 82,9 juta orang. Namun, proyeksi biaya Rp400 triliun memunculkan keraguan terhadap keterwujudan janji ini.
Proyeksi Biaya Rp400 Triliun: Tantangan Janji Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, mengemukakan janji-janji besar dalam kampanye Pemilihan Presiden 2024. Salah satu di antaranya adalah janji memberikan makan siang dan susu secara gratis apabila terpilih dalam Pilpres 2024. Mereka menyebut bahwa 82,9 juta orang akan mendapat manfaat dari janji ini.
Jumlah tersebut mencakup beberapa kelompok masyarakat yang berbeda. Pertama, ada 74,2 juta anak sekolah. Kedua, sekitar 4,3 juta santri. Dan ketiga, sekitar 4,4 juta ibu hamil.
Prabowo menjelaskan bahwa strategi mereka adalah memberikan makan siang kepada seluruh anak Indonesia, bahkan kepada mereka yang masih dalam kandungan ibu mereka. Menurutnya, program ini menjadi fondasi penting untuk memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM) serta diharapkan mampu menurunkan angka stunting dan membantu meringankan beban rakyat yang kurang mampu.
“Dengan pemberian makanan ini, kita berharap generasi mendatang bisa membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih makmur,” ungkapnya.
Namun, ada pertanyaan besar terkait sumber dana untuk program besar ini. Prabowo-Gibran memperkirakan bahwa program ini membutuhkan anggaran sekitar Rp400 triliun per tahun. Tim dari mereka mengungkapkan bahwa dana tersebut dapat berasal dari pungutan pajak.
Ada upaya untuk mengidentifikasi empat sumber pendanaan baru yang dapat mendukung program ini tanpa memberatkan keuangan negara. Mulai dari revisi aturan, dana dari kasus hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap, hingga merombak aturan perpajakan.
Analisis Fiskal dan Kritik Terhadap Janji Besar Prabowo-Gibran
Namun, beberapa pihak menilai bahwa janji makan siang gratis dengan anggaran sebesar Rp400 triliun tersebut terlalu berat untuk diwujudkan. Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menyatakan bahwa secara fiskal, angka tersebut sulit untuk direalisasikan, terutama jika disandingkan dengan janji lain yang mengenai penurunan utang pemerintah.