Melalui program pembelajaran “Turn That Veggie Waste Into Delicious Taste” ini, tutur Swan, peserta dibawa untuk manfaatkan tersisa sayur yang umum kebuang untuk diproses menjadi lagi makanan yang tidak kalah sedap dan memiliki nutrisi, atau ditanamkan kembali hingga bisa tumbuh dan hasilkan.
“Kami detil pilih fragmen ibu-ibu karena kami memandang mereka punyai kemampuan untuk jadi agen peralihan terutamanya bila mengarah food waste dalam rasio rumah tangga. Kami mengharap, bila makin bertambah ibu-ibu yang mendapatkan pembelajaran masalah management sampah makanan ini, karena itu peralihan besar yang kita harap dapat terwujud.”
Untuk tahapan awalnya, program pembelajaran yang digerakkan Swan dan teman-teman menggamit Komune Ibu Pembelajar Indonesia yang anggotanya telah capai beberapa ribu di beberapa wilayah. Anggota komune ini juga termasuk cukuplah terbuka dengan tehnologi dan mempunyai kemauan belajar yang lumayan tinggi.
Management Sampah Makanan Dapat Menebar Luas
Melalui komune ini, Swan mengharap pengetahuan masalah management sampah makanan dapat menebar luas. “Kami juga membuat purwarupa situs Internet yang berisi bermacam info, pembelajaran, dan yang paling penting, resep-resep makanan dari beberapa bahan pangan yang sejauh ini sering kebuang, misalnya kulit pisang.”
Dalam pada itu, mahasiswa Prasmul yang lain dari Program Study Ekonomi Bisnis, Ethelind B. Santoso bersama team mendatangkan ide “No Action Too Small”. Ide ini nyaris serupa dengan program pembelajaran yang digotong Swandewi. Perbedaannya, Ethelind dan teman-teman mengarah beberapa aktor usaha kecil dan pedagang kaki lima penjual makanan sebagai sasaran pembelajaran berkenaan management sampah makanan.
Pembelajaran yang dikatakan team Ethelind dan teman-teman berbentuk info tentang pentingnya mengurus sampah makanan, resep-resep makanan dari beberapa bahan organik yang sering kebuang, seperti perkedel tanpa tersisa yang memiliki kandungan cincangan daun wortel, kulit kentang, dan potongan bonggol seledri.
Program Bazar Hortikultura untuk Jual Sayur-Mayur atau Buah-Buahan
Disamping itu, sisi dari pembelajaran itu mengenalkan langkah tumbuhkan kembali beberapa macam sayur tertentu seperti daun bawang dari bonggolnya yang gundul. “Selainnya rumah tangga, penjual makanan jadi kontribusi sampah tersisa makanan paling besar di Indonesia. Lewat program ini kami mengharap bisa memberi info dan ajak mereka untuk mengganti sikap dalam tangani sampah makanan.”
Tetapi, Ethelind menceritakan, dalam prakteknya, pembelajaran itu sering menjumpai kendala saat dikatakan ke sasaran mereka. “Karena rumor sampah makanan masih dipandang asing khususnya di kelompok beberapa penjual makanan.”
Tetapi Ethelind cukup optimis, ide ini yang akan datang bisa diperkembangkan jadi basis pembelajaran yang dapat mencapai warga lebih luas. Di lain sisi, Ethelind meningkatkan ide baru untuk kurangi kekuatan sampah makanan.
“Ide baru yang saya bangun sebenarnya simpel, berbentuk program Bazar Hortikultura untuk jual sayur-mayur atau buah-buahan, yang umumnya dibuang oleh toko dan pedagang di pasar karena dipandang telah terlampau masak dan performanya tidak menarik,” Ethelind menceritakan.
Ide ini gagasannya akan dia bangun bekerjasama dengan jaringan ritel atau beberapa toko yang menawarkan buah dan sayur fresh. “Saya ingin membuat pergerakan hari obral buah atau sayur dengan teratur di beberapa toko. Di mana customer bisa menambah beberapa jenis buah dan sayur yang performanya dipandang buruk tetapi walau sebenarnya masih pantas konsumsi pada harga murah dan meriah.”
Bermacam ide yang digotong beberapa mahasiswa Prasetiya Mulya ini, walau tidak murni berbentuk gagasan usaha, tetapi menurut Wisnu Wijaya, masih tetap prospektif untuk diperkembangkan dan diwujudkan di masa datang.
Menggerakkan Mahasiswa Untuk Cari dan Membuat Beragam Gagasan Usaha Komersil
“Di Prasmul, semenjak awalnya kami menggerakkan mahasiswa untuk cari dan membuat beragam gagasan baik usaha komersil, atau pergerakan sosial yang bisa berpengaruh luas untuk warga. Untuk beberapa mahasiswa, beberapa ide ini juga selalu disamakan dengan kurikulum yang diberikan dan mereka bisa meningkatkan gagasannya jadi pekerjaan akhir.”
Adapun, sesudah sukses melangsungkan serangkaian acara tingkat internasional untuk beberapa mahasiswa universitas anggota konsorsium In2Food, gagasannya pada Februari 2023, konsorsium akan melangsungkan aktivitas sama dengan target peserta lebih luas.
“Pada tahun depannya kami akan melangsungkan acara persaingan mahasiswa dengan topik masalah management sampah makanan, dan terbuka untuk beberapa mahasiswa dari universitas lain, baik pada atau luar negeri,” tandas Wisnu.