Perusahaan di balik aplikasi ChatGPT, OpenAI, telah mengakui bahwa platform buatan mereka yang dikenal sebagai ‘The Classifier’ tidak mampu membedakan antara tulisan manusia dan kecerdasan buatan (AI). Karena tingkat akurasi yang rendah, OpenAI akhirnya memutuskan untuk menutup platform tersebut.
Keputusan ini diambil setelah berbagai upaya untuk meningkatkan performa Classifier namun tetap belum dapat sepenuhnya mengidentifikasi teks yang dihasilkan oleh AI dengan akurat. Bagaimana kronologi penutupan platform ini dan apa implikasinya terhadap penggunaan teknologi kecerdasan buatan di masa depan?
Penutupan ‘The Classifier’ oleh OpenAI karena Ketidakmampuannya Membedakan Teks Manusia dan AI
Perusahaan OpenAI, yang merupakan perusahaan di balik aplikasi ChatGPT, telah mengakui bahwa platform buatannya yang bernama ‘The Classifier’ tidak dapat membedakan antara tulisan manusia dengan kecerdasan buatan (AI). Karena alasan ini, mereka akhirnya memutuskan untuk menutup platform tersebut.
Pernyataan dari OpenAI menyebutkan bahwa mereka menutup Classifier karena tingkat akurasinya yang rendah. Pihak OpenAI menyatakan bahwa mereka saat ini sedang mencari teknik pembuktian yang lebih efektif untuk teks dan telah resmi menghentikan platform tersebut pada 20 Juli yang lalu.
“Kami menerima masukan dan saat ini sedang meneliti teknik pembuktian yang lebih efektif untuk teks,” demikian pernyataan dari OpenAI yang dikutip dari The Verge pada Rabu (26/7).
OpenAI berencana untuk mengembangkan dan menerapkan mekanisme yang memungkinkan pengguna untuk dapat memahami apakah konten audio atau visual dihasilkan oleh AI. Namun, informasi mengenai mekanisme yang akan digunakan masih belum tersedia.
Perusahaan juga mengakui bahwa Classifier tidak pernah berhasil membedakan teks yang dibuat oleh AI, dan bahkan dapat memberikan hasil positif palsu dengan menandai teks yang sebenarnya ditulis oleh manusia sebagai teks yang dibuat oleh AI.
Meskipun sebelumnya OpenAI telah melakukan pembaruan pada Classifier dengan menggunakan lebih banyak data dan membuatnya menjadi lebih baik, tetap saja tidak mungkin untuk sepenuhnya mendeteksi semua teks yang ditulis oleh AI.
OpenAI percaya bahwa platform ini dapat membantu mengatasi klaim palsu bahwa teks yang dibuat oleh AI sebenarnya ditulis oleh manusia, meskipun tingkat akurasinya masih terbatas. Dalam evaluasi yang dilakukan pada rangkaian tantangan teks berbahasa Inggris, Classifier hanya berhasil mengidentifikasi dengan benar 26 persen dari teks yang ditulis oleh AI.
Implikasi Penutupan Platform AI ‘The Classifier’ dan Tantangan di Era Kegilaan AI Generatif
ChatGPT adalah salah satu aplikasi yang mengalami pertumbuhan yang pesat sejak kemunculannya, dan banyak orang berlomba-lomba untuk menggunakan teknologi ini. Namun, beberapa sektor, terutama para pengajar, khawatir bahwa teks yang dihasilkan oleh AI dapat mengurangi keterlibatan siswa dalam belajar dan menyebabkan mereka mengandalkan ChatGPT untuk menulis pekerjaan rumah mereka.
Beberapa sekolah di New York bahkan telah mengambil tindakan untuk melarang akses ke ChatGPT di lingkungan sekolah karena kekhawatiran tentang akurasi, keamanan, dan potensi kecurangan.
Isu mengenai misinformasi melalui AI juga menjadi perhatian serius, dengan penelitian menunjukkan bahwa teks yang dihasilkan oleh AI, seperti tweet, mungkin lebih meyakinkan daripada teks yang ditulis oleh manusia.
Hingga saat ini, pemerintah dari berbagai negara belum menemukan cara untuk mengendalikan kecerdasan buatan ini. Oleh karena itu, tanggung jawab dititipkan kepada kelompok dan organisasi masing-masing untuk menetapkan aturan dan mengembangkan langkah-langkah perlindungan mereka sendiri guna menghadapi potensi serangan teks dari kecerdasan buatan.
Seiring berjalannya waktu, semakin sulit untuk membedakan antara teks yang dihasilkan oleh AI dengan karya manusia. Dengan begitu, kedepannya diharapkan dapat ditemukan cara-cara yang lebih efektif untuk mengatasi tantangan dari kegilaan AI generatif ini.
Tantangan dan Implikasi Penutupan Platform ‘The Classifier‘ oleh OpenAI dalam Masa Kegilaan AI Generatif
Kehadiran ChatGPT sebagai aplikasi yang sangat populer mengundang perhatian dari berbagai pihak, termasuk sektor pendidikan yang khawatir penggunaan AI akan mengurangi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Beberapa sekolah di New York bahkan telah mengambil langkah untuk melarang akses ke ChatGPT di lingkungan sekolah sebagai respons terhadap kekhawatiran tentang akurasi, keamanan, dan potensi kecurangan dalam pendidikan.
Dengan semakin sulitnya membedakan teks yang dihasilkan oleh AI dari tulisan manusia, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, kelompok, dan organisasi untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dalam menghadapkan teknologi kecerdasan buatan ini.
Penemuan cara-cara yang lebih efektif untuk mengendalikan dan memitigasi risiko misinformasi dan penyalahgunaan AI menjadi langkah penting dalam menghadapi kegilaan AI generatif ini di masa depan.