Kasus pemerasan yang menimpa seorang jemaah haji asal Makassar, Sulawesi Selatan, yang memborong 1 kilogram emas di Jeddah dan mendapat perhatian luas di media sosial, kini mencapai titik terang.
Dalam kasus ini, seorang perempuan bernama Mirahayati mengaku telah diperas oleh oknum pegawai Bea Cukai di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Banten, saat pulang dari menunaikan rukun Islam ke-5.
Namun, klaim pemerasan tersebut dibantah oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Soekarno-Hatta, yang menyatakan bahwa pungutan bea masuk atas barang bawaannya telah dihitung sesuai peraturan yang berlaku. Simak kesimpulan dan klarifikasi lebih lanjut pada artikel berikut.
Kisah Viral Jemaah Haji Makassar Diburu Emas di Jeddah
Seorang jemaah haji asal Makassar, Sulawesi Selatan, yang baru-baru ini menjadi viral karena membeli 1 kilogram (Kg) emas di Jeddah, Mirahayati, mengaku mengalami pemerasan oleh oknum pegawai Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Banten, ketika pulang dari menunaikan rukun Islam ke-5 tersebut.
Mirahayati menceritakan bahwa pemerasan itu dimulai ketika ia tiba di Bandara Soetta membawa dua kalung, cincin, anting dengan total berat 1 kg, serta oleh-oleh berupa sajadah, Alquran, dan tasbih. Nilai total emas dan oleh-oleh yang ia bawa diperkirakan mencapai Rp840 juta.
Sesampainya di Bandara Soetta, ia mengalami penahanan. Semua barang bawaannya diperiksa oleh petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bandara. Setelah dilakukan pemeriksaan, petugas Bea Cukai menghitung total nilai barang bawaannya yang dikenakan bea masuk. Pada saat itu, ia diberi tahu bahwa total bea masuk yang harus dibayar sebesar Rp550 juta.
Mirahayati merasa bahwa tagihan tersebut tidak wajar karena jumlahnya sangat besar. Sebelumnya, ia berpikir bahwa bea masuk yang harus dibayar hanya sekitar Rp30 juta hingga Rp50 juta saja.
Ia menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bentuk pemerasan, mengingat harga emas senilai Rp840 juta, sementara bea masuknya mencapai Rp550 juta. Menurutnya, ini merupakan pemerasan terhadap masyarakat Indonesia.
Merasa tagihan yang diberikan terlalu tinggi, ia mencoba untuk bernegosiasi dengan petugas. Akhirnya, setelah berdiskusi dengan petugas Ditjen Bea Cukai bandara, mereka sepakat bahwa bea masuk yang harus dibayarkan atas barang bawaannya adalah sebesar Rp278 juta.
Kejutan Nilai Emas dan Tagihan Bea Masuk: Sebenarnya Berapa?
Namun, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menegaskan bahwa tidak ada ruang untuk bernegosiasi dalam penentuan pungutan bea masuk.
Menurut aturan yang berlaku, besaran pungutan bea masuk untuk barang bawaan penumpang pesawat dari luar negeri sudah ditetapkan dengan jelas, yaitu ada tiga jenis tarif: 10 persen untuk bea masuk, 11 persen untuk PPN impor, dan 7,5 persen untuk PPH Pasal 22 impor. Heryanto menyatakan bahwa cara menghitungnya sudah jelas dan tidak ada ruang untuk negosiasi.
Pernyataan tersebut juga didukung oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Soekarno-Hatta, yang membantah tuduhan pemerasan terhadap Mirahayati. Humas KPU BC Soekarno Hatta, Niko Budhi Darma, menegaskan bahwa tidak ada negosiasi atau pemerasan yang terjadi.
Saat Mirahayati tiba di Soetta dengan membawa perhiasan emas yang berharga, pihaknya melakukan pemeriksaan. Setelah ditimbang manual, diketahui berat emas tersebut sekitar 1.095 gram dengan nilai pabean Rp917 juta.
Dengan dasar perhitungan pungutan negara yaitu 10 persen untuk bea masuk, 11 persen untuk PPN, dan 7,5 persen untuk PPH, total pungutan negara yang harus dibayar Mirahayati adalah Rp278 juta. Seluruh pungutan negara ini akan disetor ke kas negara, dan disimpulkan bahwa narasi tentang negosiasi atau tawar-menawar dengan petugas Bea dan Cukai adalah tidak benar.
Klarifikasi: Tidak Ada Pemerasan dalam Kasus Jemaah Haji Viral yang Memborong Emas di Jeddah
Dalam kasus ini, pernyataan dari kedua belah pihak menjadi pertimbangan penting bagi publik. Meskipun Mirahayati menyatakan bahwa pemerasan terjadi, klaim tersebut harus dikaji secara mendalam dan obyektif untuk menghindari tuduhan yang tidak berdasar.
Selain itu, Direktorat Jenderal Bea Cukai juga diharapkan untuk memberikan pelayanan yang transparan dan menjelaskan secara rinci perhitungan pungutan bea masuk kepada setiap penumpang guna menghindari kebingungan dan kontroversi di masa depan.