“Namanya bayi, misalkan anak di bawah umur lima tahun, apa lagi susah kita memaksa untuk obat puyer, karena itu ada alternative obat sirop,” ucapnya.
Sepanjang beberapa obat yang telah terbiasa digunakan tidak ada permasalahan dan di bawah pengamatan dan kendalian dokter, kata Keri, karena itu apoteker dengan menimbang kesuksesan therapy dan keselamatan pasien, bisa saja untuk memberi obat sirop dengan terus mengawasi keadaan pasien.
Menurutnya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sudah mereferensikan supaya pemakaian obat sirop dijauhi sepanjang belum ada konklusi tunggal hal pemicu kasus tidak berhasil ginjal kronis misteri.
“Saat ini IDAI telah menarik lebih awal berkaitan dengan resiko ini. Maknanya, tidak ada tidak berhasil ginjal, tetapi jika terjadi masalah ginjal setelah diterapi dan treatment, menyusut volume urinenya, kita langsung lakukan terapi, kita beri obatnya, kita menyelamatkan yang dapat tangani keadaan yang tidak memberikan keuntungan semacam itu,” ucapnya.
Kelompok apoteker sampai sekarang ini masih menunggu hasil telisik Tubuh Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Kemenkes hal merk obat sirop apa yang bisa dibuktikan secara medis melebihi tingkat batasan.
“Kami sedang menanti dan menghargakan faktor kehati-hatian dari Kemenkes. Kita sedang menanti hasil telisik dari BPOM merk apa saja sich yang di atas tingkat batasannya,” begitu Keri Lestari.