Solo, Memo.co.id
Beredar Lembar Dakwaan KPK yang menyebut nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terlibat dalam kasus korupsi e KTP, Ganjar Pranowo membantah. Pihaknya berani dikonfrontir terkait kasus tersebut. Nama Ganjar Pranowo disebut terlibat karena saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI.
“Sudah (pernah) saya jelaskan (kepada KPK), tidak benar (saya menerima suap), saya (siap) dikonfrontasi,” kata GUbernur Jateng Ganjar Pranowo ditemui wartawan seusai mengikuti acara Rembuk Integritas bersama KPK, di Pendapi Gede Balai Kota Solo.
Seperti ramai diberitakan, diduga terjadi korupsi dalam jumlah besar di balik pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) pada 2011-2012. Perkara tersebut ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, yakni Irman dan Sugiarto, menjadi tersangka, dan bakal segera diadili sebagai terdakwa.
Berkas penyidikan setebal 24.000 halaman sudah berada di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Bersamaan dengan itu beredar kabar bahwa selain dua pejabat Kementerian Dalam Negeri tersebut, ada sejumlah pejabat dan anggota DPR RI yang juga menerima suap.
Nama-nama yang disebut, antara lain, Ganjar Pranowo (kini menjabat gubernur Jateng) dan Setya Novanto (kini ketua umum DPP Partai Golkar, dan ketua DPR RI). Setidaknya ada 23 anggota DPR yang dipanggil untuk diperiksa. Dari jumlah tersebut, hanya 15 anggota DPR yang memenuhi panggilan penyidik KPK.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengungkapkan, dirinya menerima foto dari wartawan, berisi surat dakwaan terhadap tersangka yang akan diadili sebagai terdakwa. Foto tersebut berisi pengakuan dua tersangka pernah menyuap 25.000 dolar Amerika Serikat kepada pimpinan Komisi II DPR RI ketika itu.
Ganjar heran, sidang belum digelar, dan dakwaan bagi dua terdakwa belum dibacakan di pengadilan, namun berkasnya sudah keluar dan beredar.
“Saya menegaskan, saya tidak menerima suap,” katanya. Ia juga mengaku siap untuk dimintai keterangan, dan tidak akan lari dari tindakan menuntaskan kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp 2 triliun ini. ( nu )